About

Wednesday, 9 May 2012

OLAHRAGA BAGI ABK


Abstrak
Olahraga pada era modern saat ini memegang peran penting dalam memelihara gerak maupun meningkatkan kualitas gerak pada manusia. Olahraga dapat dilakukan kapan saja dan di mana saja sesuai perkembangan yang ada dan semakin canggihnya peralatan yang ada. Olahraga dapat dilakukan sesuai tujuan yang dilakukan, misal olahraga untuk rekreasi, olahraga dalam proses pendidikan maupun olahraga untuk prestasi.
Anak berkebutuhan khusus juga memiliki kesempatan untuk melakukan olahraga dengan tujuan seperti orang pada umumnya, hanya saja olahraga yang dilakukan pada anak berkebutuhan khusus memiliki cara dan perlu dimodifikasi peralatannya sehingga anak tersebut dapat melakukan aktifitas olahraga tanpa mengurangi manfaat dari olahraga itu sendiri.

Kata Kunci: Olahraga, Anak Berkebutuhan Khusus

A.      Pendahuluan
Anak merupakan anugerah terbesar bagi setiap pasangan suami istri. Anak merupakan bukti sekaligus pengikat cinta kasih, tujuan dari kehidupan orang tua dan tempat harapan diinginkan. Oleh karena itu, sangat wajar apabila setiap orang tua berharap anaknya lahir tumbuh kembang sebagai anak yang sehat dan pintar. Selain itu bagi sebuah negara, anak juga merupakan harapan dan lebih dari itu anak adalah penerus, penjaga dan pemimpin masa depan bangsa. Karenanya pula negara tentu menginginkan anak-anak yang sehat jasmani dan rohaninya.
Aktifitas fisik merupakan cara untuk menjadikan masyarakat bangsa khususnya anak-anak agar sehat jasmani maupun rohani. Aktifitas fisik adalah setiap gerakan tubuh pada manusia yang meningkatkan pengeluaran tenaga dan energi (Faizati Karim, 2002: 6). Contoh aktifitas fisik yang dilakukan anak-anak dalam kehidupan sehari-hari yaitu, belajar, bermain, olahraga dan lain sebagainya. Dari berbagai macam aktifitas fisik tersebut, olahraga merupakan aktifitas fisik yang dapat meningkatkan kesahatan masyarakat khususnya anak-anak baik secara fisik maupun mental.
Namun seringkali harapan-harapan yang diharapkan orang tua kepada anak yang mereka lahirkan tidaklah sesuai dengan kenyataan yang ada. Anak lahir atau tumbuh kembang dengan kondisi dan kemampuan yang berbeda dengan anak pada umumnya, dalam arti memiliki keterbatasan. Laporan WHO (2007) menyebutkan, anak-anak dengan keterbatasan ini jumlahnya diperkirakan  mencapai 7% dari populasi anak dan 85% darinya berada di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga Departemen Kesehatan tahun 2001, anak-anak itu mempunyai prevalansi disabilitas (angka kecacatan) yang cukup tinggi-mencapai 39% dari jumlah penduduk (M. Salis Yuniardi, 2008: 3).
Jika melihat dari perbedaan atau keterbatasan yang dialami anak cacat atau pada saat ini lebih dikenal dengan anak berkebutuhan khusus (ABK), maka diperlukan juga pendidikan khusus yang dapat diberikan melalui aktifitas fisik khususnya olahraga untuk membantu mencapai pertumbuhan dan perkembangan jasmani maupun mental anak berkebutuhan khusus sesuai keterbatasan (kecacatan) yang dialami oleh anak tersebut.

B.       Olahraga
Olahraga adalah serangkaian gerak raga yang teratur dan terencana untuk memelihara gerak (mempertahankan hidup) dan meningkatkan kemampuan gerak (meningkatkan kualitas hidup). Seperti halnya makan, olahraga merupakan kebutuhan hidup yang sifatnya periodik, artinya olahraga sebagai alat untuk memelihara dan membina kesehatan, tidak dapat ditinggalkan. Olahraga merupakan alat untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan jasmani, rohani dan sosial. Struktur anatomis-anthropometris dan fungsi fisiologisnya, stabilitas emosional dan kecerdasan intelektualnya maupun kemampuannya bersosialisasi dengan lingkungannya nyata lebih unggul pada siswa yang aktif mengikuti kegiatan pendidikan jasmani olahraga dibanding siswa yang tidak aktif mengikuti pendidikan jasmani olahraga tersebut.
Menurut Cholik Mutohir, olahraga adalah proses sistematik yang berupa segala kegiatan atau usaha yang dapat mendorong mengembangkan, dan membina potensi-potensi jasmaniah dan rohaniah seseorang sebagai perorangan atau anggota masyarakat dalam bentuk permainan, perlombaan/pertandingan, dan prestasi puncak dalam pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang berkualitas berdasarkan Pancasila (http://djuneardy.blogdetik.com/index.php/2009/12/10/definisiolahraga/ didownload pada tanggal 1-10-2011).
Selain itu menurut Faizati Karim (2002: 5), olahraga adalah suatu bentuk aktivitas fisik yang terencana dan terstruktur yang melibatkan gerakan tubuh berulang-ulang dan ditujukan untuk meningkatkan kebugaran jasmani. Olahraga juga merupakan bentuk perilaku gerak manusia yang spesifik, arah dan tujuan orang berolahraga termasuk waktu dan lokasi kegiatan dilaksanakan sedimikian beragam sehingga sebagai bukti bahwa olahraga merupakan fenomena yang relevan dengan kehidupan sosial dan juga ekspresi budaya berkarya pada manusia (KDI-Keolahragaan, 2000: 7).
Adapun macam olahraga menurut Faizati Karim (2002; 8) yaitu, olahraga aerobik dan anaerobik. Olahraga aerobik adalah olahraga yang dilakukan secara terus-menerus dimana kebutuhan oksigen masih dapat dipenuhi tubuh, misalnya, jogging, senam, renang dan bersepeda. Sedangkan olahraga anaerobik adalah olahraga dimana kebutuhan oksigen tidak dapat dipenuhi seluruhnya oleh tubuh. Misalnya, angkat besi, lari sprint 100 m, tenis lapangan, bulu tangkis dan lain-lain.
Jika melihat dari tujuannya, olahraga menurut KDI-Keolahragaan (2002: 10-11) dapat diklasifikasikan menjadi olahraga pendidikan, olahraga kesehatan, olahraga rekreatif, olahraga rehabilitatif dan olahraga kompetitif yang diuraikan sebagai berikut: (1) Olahraga pendidikan adalah proses pembinaan yang menekankan penguasaan ketrampilan dan ketangkasan berolahraga. Nilai-nilai kependidikan melalui pembekalan pengalaman yang lengkap sehingga yang terjadi adalah proses sosialisasi melalui dan ke dalam olahraga. (2) Olahraga kesehatan adalah jenis kegiatan olahraga yang lebih menitik beratkan pada upaya mencapai tujuan kesehatan dan fitness yang tercakup dalam konsep well-being melalui kegiatan berolahraga. (3) Olahraga rekreatif adalah jenis kegiatan olahraga yang menekankan pencapaian tujuan yang bersifat rekreatif atau manfaat dari aspek jasmaniah dan sosial-psikologis. (4) Olahraga rehabilitatif adalah jenis kegiatan olahraga atau latihan jasmani yang menekankan pada tujuan yang bersifat terapi atau aspek psikis dan perilaku. (5) Olahraga kompetitif adalah jenis kegiatan olahraga yang menitik beratkan pada peragaan perfoma dan pencapaian prestasi maksimal yang lazimnya dikelola oleh organisasi olahraga formal, baik nasional maupun internasional.
Melihat uraian dari macam olahraga di atas, maka dapat diketahui bahwa setiap orang yang melakukan olahraga mempunyai tujuan dan maksud tertentu dalam upaya meningkatkan kualitas gerak yang berdampak pada meningkatnya kesehatan baik secara fisik maupun mental. Selain itu menurut Faizati Karim (2002: 8-9) olahraga juga mempunyai manfaat diantaranya:
1.    Meningkatkan kerja dan fungsi jantung, paru dan pembuluh darah yang ditandai dengan:
a.    Denyut nadi istirahat menurun.
b.    Isi sekuncup bertambah.
c.    Kapasitas bertambah.
d.   Penumpukan asam laktat berkurang.
e.    Meningkatkan pembuluh darah kolateral.
f.     Meningkatkan HDL Kolesterol.
g.    Mengurangi aterosklerosis.
2.    Meningkatkan kekuatan otot dan kepadatan tulang yang ditandai pada:
a.    Pada anak: mengoptimalkan pertumbuhan.
b.    Pada orang dewasa: memperkuat masa tulang dan menurunkan nyeri sendi kronis.
3.    Meningkatkan kelenturan (fleksibilitas) pada tubuh sehingga dapat mengurangi cedera.
4.    Meningkatkan metabolisme tubuh untuk mencegah kegemukan dan mempertahankan berat badan ideal.
5.    Mengurangi resiko terjadinya berbagai penyakit seperti:
a.    Tekanan darah tinggi: mengurangi tekanan sistolik dan diastolik.
b.    Penyakit jantung koroner: menambah HDL-kolesterol dan mengurangi lemak tubuh.
c.    Kencing manis: menambah sensitifitas insulin.
d.   Infeksi: meningkatkan sistem imunitas.
6.    Meningkatkan sistem hormonal melalui peningkatan sensitifitas hormon terhadap jaringan tubuh.
7.    Meningkatkan aktivitas sistem kekebalan tubuh terhadap penyakit melalui peningkatan pengaturan kekebalan tubuh.
8.    Hasil penelitian Kavanagh, latihan aerobik 3 kali seminggu selama 12 minggu:
a.    Meningkatkan pembuluh darah kolateral.
b.    Meningkatkan HDL kolesterol.
C.      Anak Berkebutuhan Khusus
Istilah anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah pengganti istilah lama anak cacat atau penyandang cacat.  Anak bekebutuhan khusus adalah anak yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan sosial (http://www.slbn-sragen.sch.id/2011/05/03/pendidikanbagianak-berkebutuhan -khusus/ didownload pada tanggal 1-11-2011).
Anak bekebutuhan khusus pada awalnya dikenal sebagai anak luar biasa (ALB) sehingga pendidikannya juga dikenal sebagai pendidikan luar biasa (PLB), dimana UU No. 2 tahun 1989  pasal 8 ayat 1 menegaskan bahwa “Warga negara yang memiliki kelainan fisik dan mental berhak memperoleh pendidikan luar biasa”.
Perkembangan selanjutnya dalam bidang pendidikan  pasal 5 ayat 2 UU No. 20 Tahun 2003 mengganti istilah pendidikan luar biasa menjadi pendidikan khusus  dengan menjamin  bahwa “Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan sosial berhak memperoleh pendidikan khusus”. Selain itu ayat 4  juga menjamin  bahwa “Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus”. Jadi diketahui bahwa kelainan pada anak dapat ditinjau dari kekurangan dan kelebihannya.
Seperti yang pernah kita temukan di masyarakat, bahwa terdapat berbagai macam anak yang mengalami kelainan pada tubuh maupun perilakunya, baik yang terjadi sejak lahir maupun saat beranjak tumbuh dan berkembang menjadi dewasa. Menurut Arma Abdoellah (1996: 11-13) mendefinisikan macam-macam kelainan anak berkebutuhan khusus, yaitu keterbelakangan mental, tuli, pendengaran kurang, kerusakan penglihatan, buta-tuli, gangguan emosional, ketidakmampuan belajar yang khusus, kelemahan dalam berbicara, kelemahan secara orthopedik, kelemahan kesehatan yang lain dan kelainan ganda.
1.    Keterbelakangan mental (tuna grahita)
Merupakan keterbatasan fungsi intelektual umum berada di bawah rata-rata normal diikuti perilaku penyesuaian yang kurang sehingga mempengaruhi unjuk kerja pendidikan anak (Arma Abdoellah, 1996: 11). Selain itu tuna grahita menurut American on Mental Deficiency (AAMD) yaitu meliputi fungsi intelektual umum di bawah rata-rata (sub-avarage) yaitu IQ 84 ke bawah berdasarkan tes yang muncul sebelum usia 16 tahun dan menunjukkan hambatan dalam perilaku adaptif. Adapaun ciri-ciri anak tuna grahita, yaitu:
a.    Penampilan fisik tidak seimbang, misal kepala terlalu kecil atau besar,
b.    Tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai usia,
c.    Perkembangan bicara atau bahasa terlambat,
d.   Tidak ada atau kurang perhatiannya terhadap lingkungan,
e.    Pandangan kosong,
f.     Koordiansi gerakan kurang (gerakan sering tidak terkendali),
g.    Sering keluar ludah atau caiaran dari mulut (ngiler) (http://bintangbangsaku.com/artikel/tag/anak-berkebutuhan-khusus, di download pada tanggal 2-11-2011).
Jika melihat dari pengertian dan ciri di atas, maka olahraga bagi anak yang mengalami keterbelakangan mental pada dasarnya dapat dikatakan sama dengan anak atau orang normal, hanya saja dalam pemahaman dan koordinasi gerak sedikit terganggu. Sehingga pada anak tuna grahita dapat melakukan aktifitas olahraga seperti orang normal, hanya saja peraturan dan kualitas dari gerak anak tersebut kurang.
2.    Tuli (tuna rungu)
Menurut Arma Abdoellah (1996: 11) tuli merupakan kerusakan berat dalam pendengaran, sehingga anak terhalang dalam pemrosesan informasi linguistik melalui pendengaran dengan atau tanpa penjelasan yang akibatnya mempengaruhi unjuk kerja pendidikan. Selain itu terdapat ciri-ciri tuna rungu sebagai berikut:
a.    Tidak mampu mendengar,
b.    Terlambat perkembangan bahasa,
c.    Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi,
d.   Kurang atau tidak tanggap apabila diajak bicara,
e.    Ucapan kata tidak jelas,
f.     Kualitas suara aneh atau monoton,
g.    Terdapat kelainan organis pada telinga,
h.    Banyak perhatian terhatap getaran,
i.      Keluar nanah dari kedua telinga,
j.       Sering memiringkan kepala dalam usaha mendengar (http://bintangbangsaku.com/artikel/tag/anak-berkebutuhan-khusus, di download pada tanggal 2-11-2011)
Selain ciri-ciri di atas, pada anak tuna rungu juga mengalami gangguan keseimbangan tubuh sehingga aktifitas fisik pada anak tuna rungu cenderung lebih sederhana. Maka dalam usaha meningkatkan kesehatan dan kebugaran anak tersebut dapat diberikan aktifitas dengan memodifikasi seperti anak yang mengalami gangguan keseimbangan harus diposisikan lebih rendah (duduk) dibanding orang normal (berdiri). Misal olahraga yang dapat dilakukan yaitu, angkat besi, senam, tes kesegaran jasmani.
3.    Gangguan penglihatan (tuna netra)
Buta merupakan kelainan pada penglihatan yang berarti satu penglihatan yang kabur walaupun dengan koreksi seperti kacamata, secara tidak menguntungkan akan mempengaruhi unjuk kerja pendidikan dari peserta didik. Istilah ini mencakup baik yang mengalami setengah buta maupun buta total (Arma Abdoellah, 1996: 32).  Adapun ciri tuna netra sebagai berikut:
a.    Tidak mampu melihat,
b.    Tidak mampu mengenali orang pada jarak 6 m,
c.    Kerusakan nyata pada kedua bola mata,
d.   Sering meraba-raba dan tersandung saat berjalan,
e.    Mata bergoyang terus
f.     Bagian bola mata yang hitam berwarna keruh,
g.    Mengalami kesulitan mengambil benda kecil di dekatnya (http://bintangbangsaku.com/artikel/tag/anak-berkebutuhan-khusus, di download pada tanggal 2-11-2011).
Olahraga yang baik bagi anak tuna netra yaitu olahraga yang sederhana atau tidak sukar seperti halnya telah dijelaskan hambatan atau ciri yang dialami tuna netra di atas. Olahraga yang mengembangkan kekuatan dan daya tahan kardiovaskuler merupakan aktifitas yang perlu ditekankan, seperti aktifitas mendorong, menarik dan mengangkat pada latihan beban. Selain itu dapat juga lari di tempat, olahraga menggunakan sepeda statis.
4.    Kelemahan secara orthopedik (tuna daksa)
Merupakan satu kelemahan orthopedik yang sangat berpengaruh tidak baik terhadap unjuk kerja pendidikan. Istilah itu mencakup kelemahan yang disebabkan oleh kelainan keturunan (misal anggota tubuh yang tidak ada) dan kelemahan yang disebabkan oleh penyakit (pyliomyelitis, tbc tulang) serta kelemahan yang disebabkan lain, misal amputasi (Arma Abdoellah, 1996: 13).
Ciri-ciri lain yang dapat kita lihat pada anak penyandang tuna daksa adalah:
a.    Anggota gerak tubuh kaku, lemah dan lumpuh,
b.    Kesulitan dalam gerakan (tidak sempurna),
c.    Terdapat bagian anggota gerak yang tidak lengkap,
d.   Terdapat cacat pada alat gerak,
e.    Jari tangan kaku dan tidak dapat menggenggam,
f.     Hiperaktif (tidak dapat tenang),
g.    Kesulitan pada saat berdiri, berjalan, duduk dan menunjukkan sikap tubuh tidak normal (http://bintangbangsaku.com/artikel/tag/anak-berkebutuhan-khusus, di download pada tanggal 2-11-2011).
Aktifitas olahraga yang dapat dilakukan oleh anak tuna daksa berbeda-beda, sesuai dengan kelainan yang ia miliki. Misal, pada anak yang mengalami kekurangan pada salah satu atau kedua kaki dapat melakukan aktifitas lari dengan dimodifikasi menggunakan kursi roda sehingga pada anak tersebut tetap dapat melakukan aktifitas lari.
5.    Gangguan emosioanal (tuna laras)
Ciri-ciri pada anak penyandang tuna laras adalah:
a.    Bersikap membangkang,
b.    Mudah terangsang emosinya,
c.    Sering melakukan tindakan agresif,
d.   Sering bertindak melanggar norma sosial, norma susila dan hukum (http://bintangbangsaku.com/artikel/tag/anak-berkebutuhan-khusus, di download pada tanggal 2-11-2011).
Anak yang mengalami gangguan emosional dikenal sebagai anak yang mungkin mempunyai tipe kelainan yang misterius dan tidak dapat diselesaikan. Misal anak autis, paranoid, katatonik dan hebrefenik. Menurut French dan Jansma (1982: 149) yang dikutip oleh Arma Abdoellah (1996: 111) bahwa anak yang emosinya terganggu didefinisikan sebagai anak yang mempunyai ciri-ciri dalam waktu lama dan cukup menonjol diantaranya sebagai berikut:
a.    Ketidakmampuan belajar yang tidak dapat dijelaskan oleh faktor intelektual, indera atau kesehatan,
b.    Ketidakmampuan untuk menciptakan atau memelihara hubungan antara pribadi dengan teman sebaya dan guru secara memuaskan,
c.    Tipe perilaku atau perasaan yang tidak pantas dalam suasana lingkungan normal,
d.   Perasaan hati yang tidak bahagia atau tertekan yang pada umumnya mudah menular,
e.    Kecenderungan timbulnya ketakutan yang berkaitan dengan masalah pribadi atau sekolah.
Dari berbagai penjelasan di atas, maka secara umum anaka yang mempunyai gangguan emosional adalah anak yang mempunyai masalah secara menonjol dalam  menghadapi kejadian-kejadian sehari-hari dan berperilaku kurang wajar.
Jika melihat dari berbagai ciri atau sifat yang dialami oleh anak yang memiliki gangguan emosional, maka aktifitas olahraga yang tepat adalah olahraga yang menitik beratkan pada kesegaran jasmani dan gerak yang dirancang khusus dalam satu ingkungan dan tidak menakutkan.
6.    Kelainan ganda
Kelainan ganda berarti kerusakan yang bersamaan yang dialami oleh anak, seperti keterbelakangan mental dengan buta yang dapat menyebabkan masalah pendidikan yang rumit sehingga anak tidak dapat dimasukkan dalam program pendidikan khusus yang hanya mempunyai salah satu kelainan atau kerusakan (Arma Abdoellah, 1996: 107).
Jika melihat dari berbagai definisi dan ciri-ciri anak yang mengalami gangguan hanya pada salah satu anggota gerak, indera maupun emosional, maka pada anak yang mengalami gangguan atau kelainan ganda memiliki tingkat kesulitan gerak yang lebih kompleks. Sehingga aktifitas ataupun olahraga pada penyandang kelainan ganda harus dirancang sedemikian rupa sehingga ank tersebut dapat beraktifitas untuk menjaga kesehatan fisik maupun mental. Misal pada anak yang mengalami gangguan tuna daksa tidak mempunyai kaki dan gangguan tuna grahita. Pada anak ini dapat melakukan aktifitas seperti lari dengan dimodifikasi menggunakan kursi roda untuk melakukan aktifitas tersebut.

  1. Kesimpulan
Olahraga adalah serangkaian gerak raga yang teratur dan terencana untuk memelihara gerak (mempertahankan hidup) dan meningkatkan kemampuan gerak (meningkatkan kualitas hidup). Olahraga berlaku pada orang normal maupun orang atau anak yang memiliki kelainan khusus, hanya perbedaan yang ada mengakibatkan olahraga dilakukan dengan cara lain atau perlu memodifikasi alat yang digunakan sesuai kebutuhan yang diperlukan sesuai kelainan yang dimiliki oleh anak berkebutuhan khusus.


  1. Daftar Pustaka
Arma Abdoellah. (1996). Pendidikan Jasmani Adaptif. Jakarta: Depdikbud.

Faizati Karim. (2002). Panduan Kesehatan Olahraga bagi Petugas Kesehatan. Jakarta: Depkes.

KDI-Keolahragaan. (2000). Ilmu Keolahragaan dan Rencana Pengembangannya. Jakarta pusat: Depdiknas.

M. Salis Yuniardi. (2008). Dicari Presiden Baru Anak Berkebutuhan Khusus. Artikel. Sidang Redaksi Bestari.



0 comments:

Post a Comment