Abstrak
Olahraga
pada era modern saat ini memegang peran penting dalam memelihara gerak maupun
meningkatkan kualitas gerak pada manusia. Olahraga dapat dilakukan kapan saja
dan di mana saja sesuai perkembangan yang ada dan semakin canggihnya peralatan
yang ada. Olahraga dapat dilakukan sesuai tujuan yang dilakukan, misal olahraga
untuk rekreasi, olahraga dalam proses pendidikan maupun olahraga untuk
prestasi.
Anak
berkebutuhan khusus juga memiliki kesempatan untuk melakukan olahraga dengan
tujuan seperti orang pada umumnya, hanya saja olahraga yang dilakukan pada anak
berkebutuhan khusus memiliki cara dan perlu dimodifikasi peralatannya sehingga
anak tersebut dapat melakukan aktifitas olahraga tanpa mengurangi manfaat dari
olahraga itu sendiri.
Kata Kunci:
Olahraga, Anak Berkebutuhan Khusus
A.
Pendahuluan
Anak
merupakan anugerah terbesar bagi setiap pasangan suami istri. Anak merupakan
bukti sekaligus pengikat cinta kasih, tujuan dari kehidupan orang tua dan
tempat harapan diinginkan. Oleh karena itu, sangat wajar apabila setiap
orang tua berharap anaknya lahir tumbuh kembang sebagai anak yang sehat dan
pintar. Selain itu
bagi sebuah negara, anak juga merupakan harapan dan lebih
dari itu anak adalah penerus, penjaga dan pemimpin masa depan bangsa. Karenanya
pula negara tentu menginginkan anak-anak yang sehat jasmani dan rohaninya.
Aktifitas fisik merupakan cara untuk
menjadikan masyarakat bangsa khususnya anak-anak agar sehat jasmani maupun
rohani. Aktifitas
fisik adalah setiap gerakan tubuh pada manusia yang meningkatkan pengeluaran
tenaga dan energi (Faizati Karim, 2002: 6). Contoh aktifitas fisik yang
dilakukan anak-anak dalam kehidupan sehari-hari yaitu, belajar, bermain,
olahraga dan lain sebagainya. Dari berbagai macam aktifitas fisik tersebut,
olahraga merupakan aktifitas fisik yang dapat meningkatkan kesahatan masyarakat
khususnya anak-anak baik secara fisik maupun mental.
Namun
seringkali harapan-harapan yang diharapkan orang
tua kepada anak yang mereka lahirkan tidaklah sesuai dengan kenyataan yang ada. Anak lahir atau tumbuh kembang dengan
kondisi dan kemampuan yang berbeda dengan anak pada
umumnya, dalam
arti memiliki keterbatasan. Laporan WHO (2007) menyebutkan, anak-anak dengan
keterbatasan ini jumlahnya diperkirakan mencapai
7% dari populasi anak dan 85% darinya berada di negara-negara berkembang,
termasuk Indonesia. Menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga Departemen Kesehatan
tahun 2001, anak-anak itu mempunyai prevalansi disabilitas (angka kecacatan) yang
cukup tinggi-mencapai 39% dari jumlah penduduk (M. Salis Yuniardi, 2008: 3).
Jika melihat dari perbedaan atau
keterbatasan yang dialami anak cacat atau pada saat ini lebih dikenal dengan
anak berkebutuhan khusus (ABK), maka diperlukan juga pendidikan khusus yang
dapat diberikan melalui aktifitas fisik khususnya olahraga untuk membantu
mencapai pertumbuhan dan perkembangan jasmani maupun mental anak berkebutuhan
khusus sesuai keterbatasan (kecacatan) yang dialami oleh anak tersebut.
B.
Olahraga
Olahraga adalah
serangkaian gerak raga yang teratur dan terencana untuk memelihara gerak
(mempertahankan hidup) dan meningkatkan kemampuan gerak (meningkatkan kualitas
hidup). Seperti halnya makan, olahraga merupakan kebutuhan hidup yang sifatnya
periodik, artinya olahraga sebagai alat untuk memelihara dan membina kesehatan,
tidak dapat ditinggalkan. Olahraga merupakan alat untuk merangsang pertumbuhan
dan perkembangan jasmani, rohani dan sosial. Struktur anatomis-anthropometris dan fungsi fisiologisnya, stabilitas
emosional dan kecerdasan intelektualnya maupun kemampuannya bersosialisasi
dengan lingkungannya nyata lebih unggul pada siswa yang aktif mengikuti
kegiatan pendidikan jasmani olahraga dibanding siswa yang tidak aktif mengikuti
pendidikan jasmani olahraga tersebut.
Menurut Cholik Mutohir, olahraga adalah proses
sistematik yang berupa segala kegiatan atau usaha yang dapat mendorong
mengembangkan, dan membina potensi-potensi jasmaniah dan rohaniah seseorang
sebagai perorangan atau anggota masyarakat dalam bentuk permainan,
perlombaan/pertandingan, dan prestasi puncak dalam pembentukan manusia
Indonesia seutuhnya yang berkualitas berdasarkan Pancasila (http://djuneardy.blogdetik.com/index.php/2009/12/10/definisiolahraga/
didownload pada tanggal 1-10-2011).
Selain itu menurut Faizati Karim (2002: 5), olahraga
adalah suatu bentuk aktivitas fisik yang terencana dan
terstruktur yang melibatkan gerakan tubuh
berulang-ulang dan ditujukan untuk meningkatkan kebugaran jasmani. Olahraga
juga merupakan bentuk perilaku gerak manusia yang spesifik, arah dan tujuan
orang berolahraga termasuk waktu dan lokasi kegiatan dilaksanakan sedimikian
beragam sehingga sebagai bukti bahwa olahraga merupakan fenomena yang relevan
dengan kehidupan sosial dan juga ekspresi budaya berkarya pada manusia
(KDI-Keolahragaan, 2000: 7).
Adapun macam olahraga
menurut Faizati Karim (2002; 8) yaitu, olahraga aerobik dan anaerobik. Olahraga
aerobik adalah olahraga yang dilakukan secara terus-menerus dimana kebutuhan oksigen
masih dapat dipenuhi tubuh, misalnya, jogging, senam, renang dan bersepeda.
Sedangkan olahraga anaerobik adalah olahraga dimana kebutuhan oksigen tidak
dapat dipenuhi seluruhnya oleh tubuh. Misalnya, angkat besi, lari sprint 100 m,
tenis lapangan, bulu tangkis dan lain-lain.
Jika melihat dari
tujuannya, olahraga menurut KDI-Keolahragaan (2002: 10-11) dapat
diklasifikasikan menjadi olahraga pendidikan, olahraga kesehatan, olahraga
rekreatif, olahraga rehabilitatif dan olahraga kompetitif yang diuraikan
sebagai berikut: (1) Olahraga pendidikan adalah proses pembinaan yang
menekankan penguasaan ketrampilan dan ketangkasan berolahraga. Nilai-nilai
kependidikan melalui pembekalan pengalaman yang lengkap sehingga yang terjadi
adalah proses sosialisasi melalui dan ke dalam olahraga. (2) Olahraga kesehatan
adalah jenis kegiatan olahraga yang lebih menitik beratkan pada upaya mencapai
tujuan kesehatan dan fitness yang
tercakup dalam konsep well-being
melalui kegiatan berolahraga. (3) Olahraga rekreatif adalah jenis kegiatan
olahraga yang menekankan pencapaian tujuan yang bersifat rekreatif atau manfaat
dari aspek jasmaniah dan sosial-psikologis. (4) Olahraga rehabilitatif adalah
jenis kegiatan olahraga atau latihan jasmani yang menekankan pada tujuan yang
bersifat terapi atau aspek psikis dan perilaku. (5) Olahraga kompetitif adalah
jenis kegiatan olahraga yang menitik beratkan pada peragaan perfoma dan
pencapaian prestasi maksimal yang lazimnya dikelola oleh organisasi olahraga
formal, baik nasional maupun internasional.
Melihat uraian dari macam
olahraga di atas, maka dapat diketahui bahwa setiap orang yang melakukan
olahraga mempunyai tujuan dan maksud tertentu dalam upaya meningkatkan kualitas
gerak yang berdampak pada meningkatnya kesehatan baik secara fisik maupun
mental. Selain itu menurut Faizati Karim (2002: 8-9) olahraga juga mempunyai
manfaat diantaranya:
1. Meningkatkan kerja dan fungsi jantung, paru dan pembuluh darah yang
ditandai dengan:
a. Denyut nadi istirahat menurun.
b. Isi sekuncup bertambah.
c. Kapasitas bertambah.
d. Penumpukan asam laktat berkurang.
e. Meningkatkan pembuluh darah kolateral.
f. Meningkatkan HDL Kolesterol.
g. Mengurangi aterosklerosis.
2. Meningkatkan kekuatan otot dan kepadatan tulang yang ditandai pada:
a. Pada anak: mengoptimalkan pertumbuhan.
b. Pada orang dewasa: memperkuat masa tulang dan menurunkan nyeri sendi
kronis.
3. Meningkatkan kelenturan (fleksibilitas) pada tubuh sehingga dapat mengurangi
cedera.
4. Meningkatkan metabolisme tubuh untuk mencegah kegemukan dan
mempertahankan berat badan ideal.
5. Mengurangi resiko terjadinya berbagai penyakit seperti:
a. Tekanan darah tinggi: mengurangi tekanan sistolik dan diastolik.
b. Penyakit jantung koroner: menambah HDL-kolesterol dan mengurangi lemak
tubuh.
c. Kencing manis: menambah sensitifitas insulin.
d. Infeksi: meningkatkan sistem imunitas.
6. Meningkatkan sistem hormonal melalui peningkatan sensitifitas hormon
terhadap jaringan tubuh.
7. Meningkatkan aktivitas sistem kekebalan tubuh terhadap penyakit melalui
peningkatan pengaturan kekebalan tubuh.
8. Hasil penelitian Kavanagh, latihan aerobik 3 kali seminggu selama 12
minggu:
a. Meningkatkan pembuluh darah kolateral.
b. Meningkatkan HDL kolesterol.
C.
Anak Berkebutuhan Khusus
Istilah
anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah pengganti istilah lama anak cacat atau
penyandang cacat. Anak bekebutuhan khusus adalah anak yang memiliki kelainan fisik,
emosional, mental, intelektual, dan sosial (http://www.slbn-sragen.sch.id/2011/05/03/pendidikanbagianak-berkebutuhan
-khusus/ didownload pada tanggal 1-11-2011).
Anak
bekebutuhan khusus pada awalnya dikenal sebagai anak luar biasa
(ALB) sehingga pendidikannya juga dikenal sebagai pendidikan luar biasa
(PLB), dimana UU No.
2 tahun 1989 pasal 8 ayat 1 menegaskan bahwa “Warga negara yang memiliki
kelainan fisik dan mental berhak memperoleh pendidikan luar biasa”.
Perkembangan
selanjutnya dalam bidang pendidikan pasal 5 ayat 2 UU No. 20 Tahun 2003
mengganti istilah pendidikan luar biasa menjadi pendidikan khusus dengan
menjamin bahwa “Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional,
mental, intelektual, dan sosial berhak memperoleh pendidikan khusus”. Selain
itu ayat 4 juga menjamin bahwa “Warga negara yang memiliki potensi
kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus”. Jadi
diketahui bahwa kelainan pada anak dapat ditinjau dari kekurangan dan
kelebihannya.
Seperti yang pernah kita temukan di masyarakat,
bahwa terdapat berbagai macam anak yang mengalami kelainan pada tubuh maupun
perilakunya, baik yang terjadi sejak lahir maupun saat beranjak tumbuh dan
berkembang menjadi dewasa. Menurut Arma Abdoellah (1996: 11-13) mendefinisikan
macam-macam kelainan anak berkebutuhan khusus, yaitu keterbelakangan mental,
tuli, pendengaran kurang, kerusakan penglihatan, buta-tuli, gangguan emosional,
ketidakmampuan belajar yang khusus, kelemahan dalam berbicara, kelemahan secara
orthopedik, kelemahan kesehatan yang
lain dan kelainan ganda.
1. Keterbelakangan mental (tuna grahita)
Merupakan keterbatasan fungsi intelektual umum
berada di bawah rata-rata normal diikuti perilaku penyesuaian yang kurang
sehingga mempengaruhi unjuk kerja pendidikan anak (Arma Abdoellah, 1996: 11).
Selain itu tuna grahita menurut American
on Mental Deficiency (AAMD) yaitu meliputi fungsi intelektual umum di bawah
rata-rata (sub-avarage) yaitu IQ 84
ke bawah berdasarkan tes yang muncul sebelum usia 16 tahun dan menunjukkan
hambatan dalam perilaku adaptif. Adapaun ciri-ciri anak tuna grahita, yaitu:
a. Penampilan fisik tidak seimbang, misal kepala
terlalu kecil atau besar,
b. Tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai usia,
c. Perkembangan bicara atau bahasa terlambat,
d. Tidak ada atau kurang perhatiannya terhadap
lingkungan,
e. Pandangan kosong,
f. Koordiansi gerakan kurang (gerakan sering tidak
terkendali),
g. Sering keluar ludah atau caiaran dari mulut (ngiler)
(http://bintangbangsaku.com/artikel/tag/anak-berkebutuhan-khusus, di download pada tanggal 2-11-2011).
Jika melihat dari pengertian dan ciri di atas, maka
olahraga bagi anak yang mengalami keterbelakangan mental pada dasarnya dapat
dikatakan sama dengan anak atau orang normal, hanya saja dalam pemahaman dan
koordinasi gerak sedikit terganggu. Sehingga pada anak tuna grahita dapat
melakukan aktifitas olahraga seperti orang normal, hanya saja peraturan dan
kualitas dari gerak anak tersebut kurang.
2. Tuli (tuna rungu)
Menurut Arma Abdoellah (1996: 11) tuli merupakan
kerusakan berat dalam pendengaran, sehingga anak terhalang dalam pemrosesan
informasi linguistik melalui pendengaran dengan atau tanpa penjelasan yang
akibatnya mempengaruhi unjuk kerja pendidikan. Selain itu terdapat ciri-ciri
tuna rungu sebagai berikut:
a. Tidak mampu mendengar,
b. Terlambat perkembangan bahasa,
c. Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi,
d. Kurang atau tidak tanggap apabila diajak bicara,
e. Ucapan kata tidak jelas,
f. Kualitas suara aneh atau monoton,
g. Terdapat kelainan organis pada telinga,
h. Banyak perhatian terhatap getaran,
i. Keluar nanah dari kedua telinga,
j. Sering
memiringkan kepala dalam usaha mendengar (http://bintangbangsaku.com/artikel/tag/anak-berkebutuhan-khusus, di download pada tanggal 2-11-2011)
Selain ciri-ciri di atas, pada anak tuna rungu juga
mengalami gangguan keseimbangan tubuh sehingga aktifitas fisik pada anak tuna
rungu cenderung lebih sederhana. Maka dalam usaha meningkatkan kesehatan dan
kebugaran anak tersebut dapat diberikan aktifitas dengan memodifikasi seperti
anak yang mengalami gangguan keseimbangan harus diposisikan lebih rendah
(duduk) dibanding orang normal (berdiri). Misal olahraga yang dapat dilakukan
yaitu, angkat besi, senam, tes kesegaran jasmani.
3. Gangguan penglihatan (tuna netra)
Buta merupakan kelainan pada penglihatan yang
berarti satu penglihatan yang kabur walaupun dengan koreksi seperti kacamata,
secara tidak menguntungkan akan mempengaruhi unjuk kerja pendidikan dari
peserta didik. Istilah ini mencakup baik yang mengalami setengah buta maupun
buta total (Arma Abdoellah, 1996: 32). Adapun ciri tuna netra sebagai berikut:
a. Tidak mampu melihat,
b. Tidak mampu mengenali orang pada jarak 6 m,
c. Kerusakan nyata pada kedua bola mata,
d. Sering meraba-raba dan tersandung saat berjalan,
e. Mata bergoyang terus
f. Bagian bola mata yang hitam berwarna keruh,
g. Mengalami kesulitan mengambil benda kecil di
dekatnya (http://bintangbangsaku.com/artikel/tag/anak-berkebutuhan-khusus, di download pada tanggal 2-11-2011).
Olahraga yang baik bagi anak tuna netra yaitu
olahraga yang sederhana atau tidak sukar seperti halnya telah dijelaskan
hambatan atau ciri yang dialami tuna netra di atas. Olahraga yang mengembangkan
kekuatan dan daya tahan kardiovaskuler merupakan aktifitas yang perlu
ditekankan, seperti aktifitas mendorong, menarik dan mengangkat pada latihan
beban. Selain itu dapat juga lari di tempat, olahraga menggunakan sepeda
statis.
4. Kelemahan secara orthopedik (tuna daksa)
Merupakan satu kelemahan orthopedik yang sangat
berpengaruh tidak baik terhadap unjuk kerja pendidikan. Istilah itu mencakup
kelemahan yang disebabkan oleh kelainan keturunan (misal anggota tubuh yang
tidak ada) dan kelemahan yang disebabkan oleh penyakit (pyliomyelitis, tbc
tulang) serta kelemahan yang disebabkan lain, misal amputasi (Arma Abdoellah,
1996: 13).
Ciri-ciri lain yang dapat kita lihat pada anak
penyandang tuna daksa adalah:
a. Anggota gerak tubuh kaku, lemah dan lumpuh,
b. Kesulitan dalam gerakan (tidak sempurna),
c. Terdapat bagian anggota gerak yang tidak lengkap,
d. Terdapat cacat pada alat gerak,
e. Jari tangan kaku dan tidak dapat menggenggam,
f. Hiperaktif (tidak dapat tenang),
g. Kesulitan pada saat berdiri, berjalan, duduk dan
menunjukkan sikap tubuh tidak normal (http://bintangbangsaku.com/artikel/tag/anak-berkebutuhan-khusus, di download pada tanggal 2-11-2011).
Aktifitas olahraga yang dapat dilakukan oleh anak tuna
daksa berbeda-beda, sesuai dengan kelainan yang ia miliki. Misal, pada anak
yang mengalami kekurangan pada salah satu atau kedua kaki dapat melakukan
aktifitas lari dengan dimodifikasi menggunakan kursi roda sehingga pada anak
tersebut tetap dapat melakukan aktifitas lari.
5. Gangguan emosioanal (tuna laras)
Ciri-ciri pada anak penyandang tuna laras adalah:
a. Bersikap membangkang,
b. Mudah terangsang emosinya,
c. Sering melakukan tindakan agresif,
d. Sering bertindak melanggar norma sosial, norma
susila dan hukum (http://bintangbangsaku.com/artikel/tag/anak-berkebutuhan-khusus, di download pada tanggal 2-11-2011).
Anak yang mengalami gangguan emosional dikenal
sebagai anak yang mungkin mempunyai tipe kelainan yang misterius dan tidak
dapat diselesaikan. Misal anak autis,
paranoid, katatonik dan hebrefenik.
Menurut French dan Jansma (1982: 149) yang dikutip oleh Arma Abdoellah (1996:
111) bahwa anak yang emosinya terganggu didefinisikan sebagai anak yang
mempunyai ciri-ciri dalam waktu lama dan cukup menonjol diantaranya sebagai
berikut:
a. Ketidakmampuan belajar yang tidak dapat dijelaskan
oleh faktor intelektual, indera atau kesehatan,
b. Ketidakmampuan untuk menciptakan atau memelihara
hubungan antara pribadi dengan teman sebaya dan guru secara memuaskan,
c. Tipe perilaku atau perasaan yang tidak pantas dalam
suasana lingkungan normal,
d. Perasaan hati yang tidak bahagia atau tertekan yang
pada umumnya mudah menular,
e. Kecenderungan timbulnya ketakutan yang berkaitan
dengan masalah pribadi atau sekolah.
Dari berbagai penjelasan di atas, maka secara umum
anaka yang mempunyai gangguan emosional adalah anak yang mempunyai masalah
secara menonjol dalam menghadapi
kejadian-kejadian sehari-hari dan berperilaku kurang wajar.
Jika melihat dari berbagai ciri atau sifat yang
dialami oleh anak yang memiliki gangguan emosional, maka aktifitas olahraga
yang tepat adalah olahraga yang menitik beratkan pada kesegaran jasmani dan
gerak yang dirancang khusus dalam satu ingkungan dan tidak menakutkan.
6. Kelainan ganda
Kelainan ganda berarti kerusakan yang bersamaan yang
dialami oleh anak, seperti keterbelakangan mental dengan buta yang dapat
menyebabkan masalah pendidikan yang rumit sehingga anak tidak dapat dimasukkan
dalam program pendidikan khusus yang hanya mempunyai salah satu kelainan atau
kerusakan (Arma Abdoellah, 1996: 107).
Jika melihat dari berbagai definisi dan ciri-ciri
anak yang mengalami gangguan hanya pada salah satu anggota gerak, indera maupun
emosional, maka pada anak yang mengalami gangguan atau kelainan ganda memiliki tingkat
kesulitan gerak yang lebih kompleks. Sehingga aktifitas ataupun olahraga pada
penyandang kelainan ganda harus dirancang sedemikian rupa sehingga ank tersebut
dapat beraktifitas untuk menjaga kesehatan fisik maupun mental. Misal pada anak
yang mengalami gangguan tuna daksa tidak mempunyai kaki dan gangguan tuna
grahita. Pada anak ini dapat melakukan aktifitas seperti lari dengan
dimodifikasi menggunakan kursi roda untuk melakukan aktifitas tersebut.
- Kesimpulan
Olahraga adalah serangkaian gerak raga yang
teratur dan terencana untuk memelihara gerak (mempertahankan hidup) dan
meningkatkan kemampuan gerak (meningkatkan kualitas hidup). Olahraga berlaku
pada orang normal maupun orang atau anak yang memiliki kelainan khusus, hanya
perbedaan yang ada mengakibatkan olahraga dilakukan dengan cara lain atau perlu
memodifikasi alat yang digunakan sesuai kebutuhan yang diperlukan sesuai
kelainan yang dimiliki oleh anak berkebutuhan khusus.
- Daftar Pustaka
Arma
Abdoellah. (1996). Pendidikan Jasmani Adaptif. Jakarta: Depdikbud.
Faizati
Karim. (2002). Panduan Kesehatan Olahraga
bagi Petugas Kesehatan. Jakarta: Depkes.
KDI-Keolahragaan.
(2000). Ilmu Keolahragaan dan Rencana
Pengembangannya. Jakarta pusat: Depdiknas.
M.
Salis Yuniardi. (2008). Dicari Presiden
Baru Anak Berkebutuhan Khusus. Artikel. Sidang Redaksi Bestari.
(http://djuneardy.blogdetik.com/index.php/2009/12/10/definisiolahraga/
didownload pada tanggal 1-10-2011)
(http://www.slbn-sragen.sch.id/2011/05/03/pendidikan-bagi-anak-berkebutuhan-khusus/
didownload pada tanggal 1-11-2011).
(http://bintangbangsaku.com/artikel/tag/anak-berkebutuhan-khusus, didownload pada tanggal 2-11-2011).
0 comments:
Post a Comment