Abstrak
Olahraga
pada era modern saat ini memegang peran penting dalam memelihara gerak maupun
meningkatkan kualitas gerak pada manusia. Olahraga dapat dilakukan kapan saja
dan di mana saja sesuai perkembangan yang ada dan semakin canggihnya peralatan
yang ada. Olahraga dapat dilakukan sesuai tujuan yang dilakukan, misal olahraga
untuk rehabilitasi. Program latihan pada olahraga rehabilitasi pada
dasarnya tidak berbeda dengan olahraga kuratif.
Satu hal yang perlu dipertimbangkan adalah memulai dengan takaran sangat rendah
karena dilakukan segera setelah penderita membaik dari cedera yang dialami.
Cedera
merupakan hal yang tidak bisa dihindari oleh olahragawan, baik saat melakukan
latihan maupun bertanding. Cedera dapat timbul dikarenakan berbagai faktor, yaitu
faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik yaitu faktor cedera yang
timbul dari diri olahragawan, di antaranya kondisi fisik, biomekanika gerak
yang salah, kurangnya pemanasan. Sedangkan faktor ekstrinsik yaitu cedera yang
timbul akibat dari luar diri, di antaranya kondisi tempat latihan, alat yang
digunakan dan cuaca maupun suhu saat melakukan olahraga.
Kata
Kunci: Olahraga Rehabilitasi, Cedera
A.
Pendahuluan
Perkembangan dunia medis baik di Indonesia maupun dunia
internasional, dalam penanganan keluhan penyakit maupun keluhan nyeri sangat
cepat dalam penanganan dan pertolongan untuk menjadi sehat ataupun pulih
kembali. Tetapi di dunia kedokteran timur (Cina) ataupun pengobatan alternatif
dari benua Eropa, India, Amerika dan Jepang di era modern sekarang ini lebih
banyak diminati karena banyak
penderita yang mengalami sakit atau
keluhan nyeri bisa menghindari obat-obatan yang mengandung kimiawi. Pengobatan
timur atau pengobatan alternatif dari negara lain sangat banyak macam ragamnya seperti: terapi
masase, terapi herbal, hydrotherapy, thermotherapy, coldtherapy, excersise therapy,
terapi oksigen, terapi yoga, terapi pernapasan dan lain-lain (Ali Satia Graha,
2009: 2).
Cedera merupakan masalah yang sulit dihindari oleh
olahragawan, baik di dalam kompetisi maupun di saat latihan. Cedera yang timbul
ini sering kali diabaikan oleh penderita dikarenakan kurangnya pengetahuan
bagaimana penanganan yang tepat dan cepat salah mengalami cedera. Selain itu
setelah mengalami cedera banyak olahragawan tidak melakukan rehabilitasi untuk
memulihkan cedera yang dialami, sehingga cedera yang dialami dapat menghambat
dan menurunkan fungsi dari otot, syaraf maupun sendi yang mengalami cedera.
Latihan fisik dengan segala metodenya dapat
membantu mengatasi dan memperbaiki
fungsi saraf dan otot serta memperlancar aliran darah, sehingga sangat
bermanfaat bagi penderita pasca cedera. Penggunaan latihan fisik ini adalah
meningkatnya kemampuan penderita untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari
terutama dalam menolong dirinya sendiri untuk mandiri.
B.
Olahraga
Rehabilitasi
Olahraga adalah
serangkaian gerak raga yang teratur dan terencana untuk memelihara gerak
(mempertahankan hidup) dan meningkatkan kemampuan gerak (meningkatkan kualitas
hidup). Seperti halnya makan, olahraga merupakan kebutuhan hidup yang sifatnya
periodik, artinya olahraga sebagai alat untuk memelihara dan membina kesehatan,
tidak dapat ditinggalkan. Olahraga merupakan alat untuk merangsang pertumbuhan
dan perkembangan jasmani, rohani dan sosial. Struktur anatomis-anthropometris dan fungsi fisiologisnya, stabilitas
emosional dan kecerdasan intelektualnya maupun kemampuannya bersosialisasi
dengan lingkungannya nyata lebih unggul pada siswa yang aktif mengikuti
kegiatan pendidikan jasmani olahraga dibanding siswa yang tidak aktif mengikuti
pendidikan jasmani olahraga tersebut.
Menurut Cholik Mutohir (2009: 1), olahraga adalah
proses sistematik yang berupa segala kegiatan atau usaha yang dapat mendorong
mengembangkan, dan membina potensi-potensi jasmaniah dan rohaniah seseorang
sebagai perorangan atau anggota masyarakat dalam bentuk permainan,
perlombaan/pertandingan, dan prestasi puncak dalam pembentukan manusia
Indonesia seutuhnya yang berkualitas berdasarkan pancasila(http://djuneardy.blogdetik.com/index.php/2009/12/10/definisiolahraga/
didownload pada tanggal 1-10-2011).
Selain itu menurut Faizati Karim (2002: 5), olahraga
adalah suatu bentuk aktivitas fisik yang terencana dan
terstruktur yang melibatkan gerakan tubuh
berulang-ulang dan ditujukan untuk meningkatkan kebugaran jasmani. Olahraga
juga merupakan bentuk perilaku gerak manusia yang spesifik, arah dan tujuan
orang berolahraga termasuk waktu dan lokasi kegiatan dilaksanakan sedimikian
beragam sehingga sebagai bukti bahwa olahraga merupakan fenomena yang relevan
dengan kehidupan sosial dan juga ekspresi budaya berkarya pada manusia
(KDI-Keolahragaan, 2000: 7).
Adapun macam olahraga
menurut Faizati Karim (2002; 8) yaitu, olahraga aerobik dan anaerobik. Olahraga
aerobik adalah olahraga yang dilakukan secara terus-menerus dimana kebutuhan
oksigen masih dapat dipenuhi tubuh, misalnya, jogging, senam, renang dan
bersepeda. Sedangkan olahraga anaerobik adalah olahraga dimana kebutuhan
oksigen tidak dapat dipenuhi seluruhnya oleh tubuh. Misalnya, angkat besi, lari
sprint 100 m, tenis lapangan, bulu tangkis dan lain-lain.
Jika melihat dari
tujuannya, olahraga menurut KDI-Keolahragaan (2002: 10-11) dapat
diklasifikasikan menjadi olahraga pendidikan, olahraga kesehatan, olahraga
rekreatif, olahraga rehabilitatif dan olahraga kompetitif yang diuraikan
sebagai berikut: (1) Olahraga pendidikan adalah proses pembinaan yang
menekankan penguasaan ketrampilan dan ketangkasan berolahraga. Nilai-nilai
kependidikan melalui pembekalan pengalaman yang lengkap sehingga yang terjadi
adalah proses sosialisasi melalui dan ke dalam olahraga. (2) Olahraga kesehatan
adalah jenis kegiatan olahraga yang lebih menitik beratkan pada upaya mencapai
tujuan kesehatan dan fitness yang
tercakup dalam konsep well-being
melalui kegiatan berolahraga. (3) Olahraga rekreatif adalah jenis kegiatan
olahraga yang menekankan pencapaian tujuan yang bersifat rekreatif atau manfaat
dari aspek jasmaniah dan sosial-psikologis. (4) Olahraga rehabilitatif adalah
jenis kegiatan olahraga atau latihan jasmani yang menekankan pada tujuan yang
bersifat terapi atau aspek psikis dan perilaku. (5) Olahraga kompetitif adalah
jenis kegiatan olahraga yang menitik beratkan pada peragaan perfoma dan
pencapaian prestasi maksimal yang lazimnya dikelola oleh organisasi olahraga
formal, baik nasional maupun internasional.
Melihat uraian dari macam
olahraga di atas, maka dapat diketahui bahwa setiap orang yang melakukan
olahraga mempunyai tujuan dan maksud tertentu dalam upaya meningkatkan kualitas
gerak yang berdampak pada meningkatnya kesehatan baik secara fisik maupun
mental. Selain itu menurut Faizati Karim (2002: 8-9) olahraga juga mempunyai
manfaat diantaranya:
1. Meningkatkan kerja dan fungsi jantung, paru dan
pembuluh darah yang ditandai dengan:
a. Denyut nadi istirahat menurun.
b. Isi sekuncup bertambah.
c. Kapasitas bertambah.
d. Penumpukan asam laktat berkurang.
e. Meningkatkan pembuluh darah kolateral.
f. Meningkatkan HDL Kolesterol.
g. Mengurangi aterosklerosis.
2. Meningkatkan kekuatan otot dan kepadatan tulang
yang ditandai pada:
a. Pada anak: mengoptimalkan pertumbuhan.
b. Pada orang dewasa: memperkuat masa tulang dan
menurunkan nyeri sendi kronis.
3. Meningkatkan kelenturan (fleksibilitas) pada tubuh
sehingga dapat mengurangi cedera.
4. Meningkatkan metabolisme tubuh untuk mencegah
kegemukan dan mempertahankan berat badan ideal.
5. Mengurangi resiko terjadinya berbagai penyakit
seperti:
a. Tekanan darah tinggi: mengurangi tekanan sistolik
dan diastolik.
b. Penyakit jantung koroner: menambah HDL-kolesterol
dan mengurangi lemak tubuh.
c. Kencing manis: menambah sensitifitas insulin.
d. Infeksi: meningkatkan sistem imunitas.
6. Meningkatkan sistem hormonal melalui peningkatan
sensitifitas hormon terhadap jaringan tubuh.
7. Meningkatkan aktivitas sistem kekebalan tubuh
terhadap penyakit melalui peningkatan pengaturan kekebalan tubuh.
8. Hasil penelitian Kavanagh, latihan aerobik 3 kali
seminggu selama 12 minggu:
a. Meningkatkan pembuluh darah kolateral.
b. Meningkatkan HDL kolesterol.
Menurut Houglum (2005:13-15), prinsip rehabilitasi
harus memperhatikan prinsip-prinsip dasar seperti misalnya: tidak memperburuk
keadaan, dilakukan sesegera mungkin, Semakin cepat pasien memulai porsi
latihan, semakin cepat dapat kembali ke aktivitas sepenuhnya. Setelah cedera,
istirahat memang diperlukan, namun demikian hasil penelitian menunjukkan bahwa
terlalu banyak istirahat akan memperlambat pemulihan. Dikatakan bahwa
imobilisasi seminggu pertama setelah cedera, 3%-4% kekuatan otot berkurang
setiap harinya. Beberapa studi menemukan bahwa laju pemulihan jauh lebih lambat
daripada laju kehilangan kekuatan otot. Penemuan tersebut mengindikasikan
pentingnya memulai program terapi latihan sesegera mungkin setelah kondisi
memungkinkan. Kepatuhan dan individualisasi juga merupakan prinsip rehabilitasi
cedera. Perbedaan psikologis dan kimiawi mempengaruhi respon spesifik terhadap
cedera.
Program rehabilitasi cedera dimulai dengan latihan
fleksibilitas dan range of motion (ROM), latihan kekuatan dan daya tahan
otot, serta latihan proprioseptif, koordinasi, dan kelincahan. Lebih dari itu
harus juga diperhatikan dan dipertahankan kebugaran kardiovaskuler seperti
sebelum cedera. Menurut Viljoen (2000: 54), rehabilitasi cedera meliputi
pencegahan cedera, penilaian cedera, dan manajemen cedera. Pencapaian
fleksibilitas lebih awal dalam terapi latihan diperlukan karena parameter lain
ditentukan oleh fleksibilitas daerah cedera dan efek dari proses penyembuhan.
Jaringan yang sembuh dari cedera meninggalkan jaringan penyembuhan yang dapat
menyebabkan kontraktur. Selama masa penyembuhan, ada kesempatan emas untuk
mengubah jaringan sikatrik tersebut. Kekuatan dan daya tahan otot saling mempengaruhi.
Saat kekuatan otot meningkat, daya tahan juga meningkat dan sebaliknya.
Melihat dari berbagai macam penjelasan di atas,
maka olahraga rehabilitasi dapat diberikan setelah proses peradangan berkurang,
yaitu kurang lebih satu minggu setelah mengalami cedera. Setelah itu, latihan
pertama yang dilakukan adalah dimulai dari hal sederhana yang bertujuan untuk
meningkatkan fleksibilitas otot dan luas gerak sendi tubuh yaitu dengan
melakukan peregangan dengan menggunakan beban tubuh selama 1, 5 bulan. Setelah
mengalami peningkatan, maka peregangan tersebut ditambahi dengan beban alat.
Misal menggunakan thera band untuk
melatih fleksibilitas sendi dan meningkatkan kekuatan otot selama 1, 5 bulan.
Setelah 3 bulan maka dapat diberikan latihan pembebanan untuk meningkatkan
kekuatan dan daya tahan otot.
C.
Cedera
Cedera merupakan rusaknya jaringan lunak atau keras
disebabkan adanya kesalahan teknis, benturan atau aktifitas fisik yang melebihi
batas beban latihan yang dapat menimbulkan rasa sakit akibat dari kelebihan
latihan melalui pembebanan latihan yang terlalu berat sehingga otot dan tulang
tidak lagi dalam keadaan anatomis. Cedera dapat terjadi pada aktifitas apapun
dengan waktu yang relatif singkat baik secara sadar maupun tidak disadari.
Cedera dapat disebabkan oleh faktor intrinsik dan
ekstrisik. Faktor intrinsic adalah faktor yang unsur-unsurnya sudah ada dalam
diri seseorang. Hal ini meliputi kelemahan jaringan, fleksibilitas, kesalahan
biomekanika, dan kurangnya pengkondisian. Sedangkan faktor ekstrinsik meliputi
perlengkapan yang salah, kekuatan-kekuatan yang dikendalikan dari luar. Seperti
perlengkapan yang salah, atlet lain, permukaan lapangan, pelatih dan cuaca
(Susan J. Garrison, 2001: 320-321).
Macam-macam cedera yang terjadi dalam aktifitas
sehari-hari maupun dalam berolahraga dibagi menjadi 2: yaitu cedera ringan dan
cedera berat (Ali Satia Graha dan Bambang Priyonoadi, 2009: 77) yang dijabarkan
sebagai berikut:
1. Cedera
ringan yaitu cedera yang terjadi karena tidak ada kerusakan yang berarti pada
jaringan tubuh, misalnya kekakuan otot dan kelelahan. Cedera ringan tidak
memerlukan penanganan khusus, biasanya dapat sembuh sendiri setelah istirahat.
2. Cedera
berat yaitu cedera serius pada jaringan tubuh dan memerlukan penanganan khusus
dari medis, misalnya robeknya otot, tendon, ligamen atau patah tulang.
Jika dilihat
dari penjelasan di atas, maka cedera olahraga berdampak pada otot, tendon,
ligamen dan tulang. Menurut Bambang Priyonoadi (2006), Sadoso (1993) dan Teh
(1992),
ada dua jenis cedera pada otot atau tendo dan ligamentum, yaitu:
a. Sprain
Sprain adalah cedera pada ligamentum,
cedera ini yang paling sering terjadi pada berbagai cabang olahraga. Sprain
adalah cedera pada sendi dengan terjadinya robekan pada ligamentum, hal ini terjadi karena stres berlebihan yang mendadak atau penggunaan berlebihan yang
berulang-ulang dari sendi.
Berdasarkan berat
ringannya cedera, menurut Bambang Priyonoadi (2006) dan Teh (1992), membagi sprain
menjadi tiga tingkatan, yaitu:
1)
Sprain Tingkat I
Pada cedera ini
terdapat sedikit hematoma dalam ligamentum dan hanya beberapa serabut yang
putus. Cedera menimbulkan rasa nyeri tekan, pembengkakan dan rasa sakit pada
daerah tersebut.
2)
Sprain Tingkat II
Pada cedera ini
lebih banyak serabut dari ligamentum
yang putus, tetapi lebih separuh serabut ligamentum
yang utuh. Cedera menimbulkan rasa sakit, nyeri tekan, pembengkakan, efusi (cairan
yang keluar) dan biasanya tidak dapat menggerakkan persendian tersebut.
3)
Sprain Tingkat III
Pada cedera ini
seluruh ligamentum putus, sehingga
kedua ujungnya terpisah. Persendian yang bersangkutan merasa sangat sakit,
terdapat darah dalam persendian, pembekakan, tidak dapat bergerak seperti biasa
dan terdapat gerakan-gerakan yang abnormal.
b.
Strain
Menurut Giam dan
Teh (1992), Strain adalah kerusakan pada suatu bagian otot atau tendo
karena penggunaan yang berlebihan ataupun stres yang berlebihan.
Berdasarkan berat
ringannya cedera, menurut Sadoso (1993), membedakan strain menjadi 3 tingkatan, yaitu:
1)
Strain Tingkat I
Pada strain
tingkat I, terjadi regangan yang hebat, tetapi belum sampai terjadi robekan
pada jaringan muscula tendineus.
2)
Strain
Tingkat II
Pada strain
tingkat II, terdapat robekan pada unit musculo tendineus. Tahap ini
menimbulkan rasa nyeri dan sakit sehingga kekuatan berkurang.
3)
Strain
Tingkat III
Pada strain tingkat
III, terjadi robekan total pada unit musculo
tendineus. Biasanya hal ini membutuhkan tindakan pembedahan.
Gejala yang timbul akibat cedera dapat berupa peradangan.
Seperti yang diungkapkan Wara Kushartanti (2007: 3), peradangan merupakan mekanisme mobilisasi pertahan
tubuh dan reaksi fisiologis dari jaringan rusak baik akibat tekanan mekanis,
kimiawi, panas, dingin dan invasi bakteri. Radang mempunyai tujuan memproteksi
area yang cedera dan melayani proses penyembuhan. Diperjelas
oleh Ali Satia Graha dan Bambang Priyonoadi (2009: 43), tanda-tanda peradangan pada cedera jaringan tubuh
yaitu:
1.
Kalor
atau panas karena meningkatnya aliran darah ke daerah yang mengalami cedera.
2.
Tumor
atau bengkak disebabkan adanya penumpukan cairan pada daerah sekitar jaringan
yang cedera.
3.
Rubor
atau merah pada bagian cedera karena adanya pendarahan.
4. Dolor
atau rasa nyeri, karena terjadi penekanan pada syaraf akibat penekanan baik
otot maupun tulang.
5. Functiolaesa
atau tidak bisa digunakan lagi, karena kerusakannya sudah cedera berat.
Dari berbagai
macam penjelasan tentang cedera di atas, maka dapat disimpulkan bahwa cedera
yang dialami oleh olahragawan dapat menimbulkan peradangan, yaitu nyeri,
bengkak, panas, merah dan penurunan fungsi baik pada otot, syaraf maupun sendi
dalam tubuh.
D.
Kesimpulan
Olahraga rehabilitasi cedera dimulai dengan latihan
fleksibilitas dan range of motion (ROM), latihan kekuatan dan daya tahan
otot, serta latihan proprioseptif, koordinasi, dan kelincahan. Lebih dari itu
harus juga diperhatikan dan dipertahankan kebugaran kardiovaskuler seperti
sebelum cedera.
Olahraga rehabilitasi diberikan setelah satu minggu
pasca cedera, kemudian diberikan program latihan untuk melatih fleksibilitas
otot dan gerak sendi dengan stretching.
Kemudian melatih untuk meningkatkan fleksibilitas dan kekuatan otot dengan thera band. Setelah kondisi membaik,
maka diberikan latihan pembebanan untuk meningkatkan daya tahan otot setelah
mengalami cedera.
E.
Daftar Pustaka
Ali Satia Graha dan Bambang
Priyonoadi. 2009. Terapi Masase Frirage
Penatalaksanaan cedera pada anggota tubuh bagian atas. Yogyakarta: FIK UNY.
C.K.Giam and K.C.The. (1992). Ilmu
Kedokteran Olahraga,
diterjemahkan oleh Hartono Satmoko. Jakarta: FIK UNY.
Faizati
Karim. (2002). Panduan Kesehatan Olahraga
bagi Petugas Kesehatan. Jakarta: Depkes.
Houglum, Peggy. (2005). Therapeutic Exercise for
Musculoskeletal Injuries. Second Edition. Human Kinetics.
KDI-Keolahragaan.
(2000). Ilmu Keolahragaan dan Rencana
Pengembangannya. Jakarta pusat: Depdiknas.
Sadoso Sumosardjuno. 1993. Cedera Olahraga
Di Arena. Jakarta: Pusat Ilmu Keolahragaan. Koni Pusat.
Susan
J. Garison. 2001. Dasar-Dasar Terapi dan
Rehabilitasi Fisik. Jakarta: Hipokrates.
Wara Kushartanti. 2007. Patofisiologi Cedera Olahraga. Modul. Yogyakarta: Klinik Terapi Fisik FIK UNY.
. 2008. Terapi Latihan untuk Rehabilitas Cedera
bagi Olahragawan. Laporan Penelitian: FIK UNY.
Viljoen, Wayne. 2000. Principles of
Rehabilitation. Diploma in Sports Management. Presentation.
(http://djuneardy.blogdetik.com/index.php/2009/12/10/definisiolahraga/
didownload pada tanggal 1-10-2011)
.
0 comments:
Post a Comment