About

Wednesday 9 May 2012

OLAHRAGA REHABILITASI


Abstrak
Olahraga pada era modern saat ini memegang peran penting dalam memelihara gerak maupun meningkatkan kualitas gerak pada manusia. Olahraga dapat dilakukan kapan saja dan di mana saja sesuai perkembangan yang ada dan semakin canggihnya peralatan yang ada. Olahraga dapat dilakukan sesuai tujuan yang dilakukan, misal olahraga untuk rehabilitasi. Program latihan pada olahraga rehabilitasi pada dasarnya tidak berbeda dengan olahraga kuratif. Satu hal yang perlu dipertimbangkan adalah memulai dengan takaran sangat rendah karena dilakukan segera setelah penderita membaik dari cedera yang dialami.
Cedera merupakan hal yang tidak bisa dihindari oleh olahragawan, baik saat melakukan latihan maupun bertanding. Cedera dapat timbul dikarenakan berbagai faktor, yaitu faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik yaitu faktor cedera yang timbul dari diri olahragawan, di antaranya kondisi fisik, biomekanika gerak yang salah, kurangnya pemanasan. Sedangkan faktor ekstrinsik yaitu cedera yang timbul akibat dari luar diri, di antaranya kondisi tempat latihan, alat yang digunakan dan cuaca maupun suhu saat melakukan olahraga.

Kata Kunci: Olahraga Rehabilitasi, Cedera

A.      Pendahuluan
Perkembangan dunia medis baik di Indonesia maupun dunia internasional, dalam penanganan keluhan penyakit maupun keluhan nyeri sangat cepat dalam penanganan dan pertolongan untuk menjadi sehat ataupun pulih kembali. Tetapi di dunia kedokteran timur (Cina) ataupun pengobatan alternatif dari benua Eropa, India, Amerika dan Jepang di era modern sekarang ini lebih banyak diminati karena  banyak penderita  yang mengalami sakit atau keluhan nyeri bisa menghindari obat-obatan yang mengandung kimiawi. Pengobatan timur atau pengobatan alternatif dari negara lain sangat banyak macam ragamnya seperti: terapi masase, terapi herbal, hydrotherapy, thermotherapy, coldtherapy, excersise therapy, terapi oksigen, terapi yoga, terapi pernapasan dan lain-lain (Ali Satia Graha, 2009: 2).
Cedera merupakan masalah yang sulit dihindari oleh olahragawan, baik di dalam kompetisi maupun di saat latihan. Cedera yang timbul ini sering kali diabaikan oleh penderita dikarenakan kurangnya pengetahuan bagaimana penanganan yang tepat dan cepat salah mengalami cedera. Selain itu setelah mengalami cedera banyak olahragawan tidak melakukan rehabilitasi untuk memulihkan cedera yang dialami, sehingga cedera yang dialami dapat menghambat dan menurunkan fungsi dari otot, syaraf maupun sendi yang mengalami cedera.
Latihan fisik dengan segala metodenya dapat membantu mengatasi dan  memperbaiki fungsi saraf dan otot serta memperlancar aliran darah, sehingga sangat bermanfaat bagi penderita pasca cedera. Penggunaan latihan fisik ini adalah meningkatnya kemampuan penderita untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari terutama dalam menolong dirinya sendiri untuk mandiri.

B.       Olahraga Rehabilitasi
Olahraga adalah serangkaian gerak raga yang teratur dan terencana untuk memelihara gerak (mempertahankan hidup) dan meningkatkan kemampuan gerak (meningkatkan kualitas hidup). Seperti halnya makan, olahraga merupakan kebutuhan hidup yang sifatnya periodik, artinya olahraga sebagai alat untuk memelihara dan membina kesehatan, tidak dapat ditinggalkan. Olahraga merupakan alat untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan jasmani, rohani dan sosial. Struktur anatomis-anthropometris dan fungsi fisiologisnya, stabilitas emosional dan kecerdasan intelektualnya maupun kemampuannya bersosialisasi dengan lingkungannya nyata lebih unggul pada siswa yang aktif mengikuti kegiatan pendidikan jasmani olahraga dibanding siswa yang tidak aktif mengikuti pendidikan jasmani olahraga tersebut.
Menurut Cholik Mutohir (2009: 1), olahraga adalah proses sistematik yang berupa segala kegiatan atau usaha yang dapat mendorong mengembangkan, dan membina potensi-potensi jasmaniah dan rohaniah seseorang sebagai perorangan atau anggota masyarakat dalam bentuk permainan, perlombaan/pertandingan, dan prestasi puncak dalam pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang berkualitas berdasarkan pancasila(http://djuneardy.blogdetik.com/index.php/2009/12/10/definisiolahraga/ didownload pada tanggal 1-10-2011).
Selain itu menurut Faizati Karim (2002: 5), olahraga adalah suatu bentuk aktivitas fisik yang terencana dan terstruktur yang melibatkan gerakan tubuh berulang-ulang dan ditujukan untuk meningkatkan kebugaran jasmani. Olahraga juga merupakan bentuk perilaku gerak manusia yang spesifik, arah dan tujuan orang berolahraga termasuk waktu dan lokasi kegiatan dilaksanakan sedimikian beragam sehingga sebagai bukti bahwa olahraga merupakan fenomena yang relevan dengan kehidupan sosial dan juga ekspresi budaya berkarya pada manusia (KDI-Keolahragaan, 2000: 7).
Adapun macam olahraga menurut Faizati Karim (2002; 8) yaitu, olahraga aerobik dan anaerobik. Olahraga aerobik adalah olahraga yang dilakukan secara terus-menerus dimana kebutuhan oksigen masih dapat dipenuhi tubuh, misalnya, jogging, senam, renang dan bersepeda. Sedangkan olahraga anaerobik adalah olahraga dimana kebutuhan oksigen tidak dapat dipenuhi seluruhnya oleh tubuh. Misalnya, angkat besi, lari sprint 100 m, tenis lapangan, bulu tangkis dan lain-lain.
Jika melihat dari tujuannya, olahraga menurut KDI-Keolahragaan (2002: 10-11) dapat diklasifikasikan menjadi olahraga pendidikan, olahraga kesehatan, olahraga rekreatif, olahraga rehabilitatif dan olahraga kompetitif yang diuraikan sebagai berikut: (1) Olahraga pendidikan adalah proses pembinaan yang menekankan penguasaan ketrampilan dan ketangkasan berolahraga. Nilai-nilai kependidikan melalui pembekalan pengalaman yang lengkap sehingga yang terjadi adalah proses sosialisasi melalui dan ke dalam olahraga. (2) Olahraga kesehatan adalah jenis kegiatan olahraga yang lebih menitik beratkan pada upaya mencapai tujuan kesehatan dan fitness yang tercakup dalam konsep well-being melalui kegiatan berolahraga. (3) Olahraga rekreatif adalah jenis kegiatan olahraga yang menekankan pencapaian tujuan yang bersifat rekreatif atau manfaat dari aspek jasmaniah dan sosial-psikologis. (4) Olahraga rehabilitatif adalah jenis kegiatan olahraga atau latihan jasmani yang menekankan pada tujuan yang bersifat terapi atau aspek psikis dan perilaku. (5) Olahraga kompetitif adalah jenis kegiatan olahraga yang menitik beratkan pada peragaan perfoma dan pencapaian prestasi maksimal yang lazimnya dikelola oleh organisasi olahraga formal, baik nasional maupun internasional.
Melihat uraian dari macam olahraga di atas, maka dapat diketahui bahwa setiap orang yang melakukan olahraga mempunyai tujuan dan maksud tertentu dalam upaya meningkatkan kualitas gerak yang berdampak pada meningkatnya kesehatan baik secara fisik maupun mental. Selain itu menurut Faizati Karim (2002: 8-9) olahraga juga mempunyai manfaat diantaranya:
1.    Meningkatkan kerja dan fungsi jantung, paru dan pembuluh darah yang ditandai dengan:
a.    Denyut nadi istirahat menurun.
b.    Isi sekuncup bertambah.
c.    Kapasitas bertambah.
d.   Penumpukan asam laktat berkurang.
e.    Meningkatkan pembuluh darah kolateral.
f.     Meningkatkan HDL Kolesterol.
g.    Mengurangi aterosklerosis.
2.    Meningkatkan kekuatan otot dan kepadatan tulang yang ditandai pada:
a.    Pada anak: mengoptimalkan pertumbuhan.
b.    Pada orang dewasa: memperkuat masa tulang dan menurunkan nyeri sendi kronis.
3.    Meningkatkan kelenturan (fleksibilitas) pada tubuh sehingga dapat mengurangi cedera.
4.    Meningkatkan metabolisme tubuh untuk mencegah kegemukan dan mempertahankan berat badan ideal.
5.    Mengurangi resiko terjadinya berbagai penyakit seperti:
a.    Tekanan darah tinggi: mengurangi tekanan sistolik dan diastolik.
b.    Penyakit jantung koroner: menambah HDL-kolesterol dan mengurangi lemak tubuh.
c.    Kencing manis: menambah sensitifitas insulin.
d.   Infeksi: meningkatkan sistem imunitas.
6.    Meningkatkan sistem hormonal melalui peningkatan sensitifitas hormon terhadap jaringan tubuh.
7.    Meningkatkan aktivitas sistem kekebalan tubuh terhadap penyakit melalui peningkatan pengaturan kekebalan tubuh.
8.    Hasil penelitian Kavanagh, latihan aerobik 3 kali seminggu selama 12 minggu:
a.    Meningkatkan pembuluh darah kolateral.
b.    Meningkatkan HDL kolesterol.
Menurut Houglum (2005:13-15), prinsip rehabilitasi harus memperhatikan prinsip-prinsip dasar seperti misalnya: tidak memperburuk keadaan, dilakukan sesegera mungkin, Semakin cepat pasien memulai porsi latihan, semakin cepat dapat kembali ke aktivitas sepenuhnya. Setelah cedera, istirahat memang diperlukan, namun demikian hasil penelitian menunjukkan bahwa terlalu banyak istirahat akan memperlambat pemulihan. Dikatakan bahwa imobilisasi seminggu pertama setelah cedera, 3%-4% kekuatan otot berkurang setiap harinya. Beberapa studi menemukan bahwa laju pemulihan jauh lebih lambat daripada laju kehilangan kekuatan otot. Penemuan tersebut mengindikasikan pentingnya memulai program terapi latihan sesegera mungkin setelah kondisi memungkinkan. Kepatuhan dan individualisasi juga merupakan prinsip rehabilitasi cedera. Perbedaan psikologis dan kimiawi mempengaruhi respon spesifik terhadap cedera.
Program rehabilitasi cedera dimulai dengan latihan fleksibilitas dan range of motion (ROM), latihan kekuatan dan daya tahan otot, serta latihan proprioseptif, koordinasi, dan kelincahan. Lebih dari itu harus juga diperhatikan dan dipertahankan kebugaran kardiovaskuler seperti sebelum cedera. Menurut Viljoen (2000: 54), rehabilitasi cedera meliputi pencegahan cedera, penilaian cedera, dan manajemen cedera. Pencapaian fleksibilitas lebih awal dalam terapi latihan diperlukan karena parameter lain ditentukan oleh fleksibilitas daerah cedera dan efek dari proses penyembuhan. Jaringan yang sembuh dari cedera meninggalkan jaringan penyembuhan yang dapat menyebabkan kontraktur. Selama masa penyembuhan, ada kesempatan emas untuk mengubah jaringan sikatrik tersebut. Kekuatan dan daya tahan otot saling mempengaruhi. Saat kekuatan otot meningkat, daya tahan juga meningkat dan sebaliknya.
Melihat dari berbagai macam penjelasan di atas, maka olahraga rehabilitasi dapat diberikan setelah proses peradangan berkurang, yaitu kurang lebih satu minggu setelah mengalami cedera. Setelah itu, latihan pertama yang dilakukan adalah dimulai dari hal sederhana yang bertujuan untuk meningkatkan fleksibilitas otot dan luas gerak sendi tubuh yaitu dengan melakukan peregangan dengan menggunakan beban tubuh selama 1, 5 bulan. Setelah mengalami peningkatan, maka peregangan tersebut ditambahi dengan beban alat. Misal menggunakan thera band untuk melatih fleksibilitas sendi dan meningkatkan kekuatan otot selama 1, 5 bulan. Setelah 3 bulan maka dapat diberikan latihan pembebanan untuk meningkatkan kekuatan dan daya tahan otot.

C.      Cedera
Cedera merupakan rusaknya jaringan lunak atau keras disebabkan adanya kesalahan teknis, benturan atau aktifitas fisik yang melebihi batas beban latihan yang dapat menimbulkan rasa sakit akibat dari kelebihan latihan melalui pembebanan latihan yang terlalu berat sehingga otot dan tulang tidak lagi dalam keadaan anatomis. Cedera dapat terjadi pada aktifitas apapun dengan waktu yang relatif singkat baik secara sadar maupun tidak disadari.
Cedera dapat disebabkan oleh faktor intrinsik dan ekstrisik. Faktor intrinsic adalah faktor yang unsur-unsurnya sudah ada dalam diri seseorang. Hal ini meliputi kelemahan jaringan, fleksibilitas, kesalahan biomekanika, dan kurangnya pengkondisian. Sedangkan faktor ekstrinsik meliputi perlengkapan yang salah, kekuatan-kekuatan yang dikendalikan dari luar. Seperti perlengkapan yang salah, atlet lain, permukaan lapangan, pelatih dan cuaca (Susan J. Garrison, 2001: 320-321).
Macam-macam cedera yang terjadi dalam aktifitas sehari-hari maupun dalam berolahraga dibagi menjadi 2: yaitu cedera ringan dan cedera berat (Ali Satia Graha dan Bambang Priyonoadi, 2009: 77) yang dijabarkan sebagai berikut:
1.    Cedera ringan yaitu cedera yang terjadi karena tidak ada kerusakan yang berarti pada jaringan tubuh, misalnya kekakuan otot dan kelelahan. Cedera ringan tidak memerlukan penanganan khusus, biasanya dapat sembuh sendiri setelah istirahat.
2.    Cedera berat yaitu cedera serius pada jaringan tubuh dan memerlukan penanganan khusus dari medis, misalnya robeknya otot, tendon, ligamen atau patah tulang.
Jika dilihat dari penjelasan di atas, maka cedera olahraga berdampak pada otot, tendon, ligamen dan tulang. Menurut Bambang Priyonoadi (2006), Sadoso (1993) dan Teh (1992), ada dua jenis cedera pada otot atau tendo dan ligamentum, yaitu:
a.    Sprain
Sprain adalah cedera pada ligamentum, cedera ini yang paling sering terjadi pada berbagai cabang olahraga. Sprain adalah cedera pada sendi dengan terjadinya robekan pada ligamentum, hal ini terjadi karena stres berlebihan yang mendadak atau penggunaan berlebihan yang berulang-ulang dari sendi.
Berdasarkan berat ringannya cedera, menurut Bambang Priyonoadi (2006) dan Teh (1992), membagi sprain menjadi tiga tingkatan, yaitu:
1)    Sprain Tingkat I
Pada cedera ini terdapat sedikit hematoma dalam ligamentum dan hanya beberapa serabut yang putus. Cedera menimbulkan rasa nyeri tekan, pembengkakan dan rasa sakit pada daerah tersebut.
2)      Sprain Tingkat II
Pada cedera ini lebih banyak serabut dari ligamentum yang putus, tetapi lebih separuh serabut ligamentum yang utuh. Cedera menimbulkan rasa sakit, nyeri tekan, pembengkakan, efusi (cairan yang keluar) dan biasanya tidak dapat menggerakkan persendian tersebut.
3)      Sprain Tingkat III
Pada cedera ini seluruh ligamentum putus, sehingga kedua ujungnya terpisah. Persendian yang bersangkutan merasa sangat sakit, terdapat darah dalam persendian, pembekakan, tidak dapat bergerak seperti biasa dan terdapat gerakan-gerakan yang abnormal.
b.    Strain  
Menurut Giam dan Teh (1992), Strain adalah kerusakan pada suatu bagian otot atau tendo karena penggunaan yang berlebihan ataupun stres yang berlebihan.
Berdasarkan berat ringannya cedera, menurut Sadoso (1993), membedakan strain  menjadi 3 tingkatan, yaitu:
1)   Strain Tingkat I
Pada strain tingkat I, terjadi regangan yang hebat, tetapi belum sampai terjadi robekan pada jaringan muscula tendineus.
2)   Strain Tingkat II
Pada strain tingkat II, terdapat robekan pada unit musculo tendineus. Tahap ini menimbulkan rasa nyeri dan sakit sehingga kekuatan berkurang.
3)   Strain Tingkat III
Pada strain tingkat III, terjadi robekan total pada unit musculo tendineus. Biasanya hal ini membutuhkan tindakan pembedahan.
Gejala yang timbul akibat cedera dapat berupa peradangan. Seperti yang diungkapkan Wara Kushartanti (2007: 3), peradangan merupakan mekanisme mobilisasi pertahan tubuh dan reaksi fisiologis dari jaringan rusak baik akibat tekanan mekanis, kimiawi, panas, dingin dan invasi bakteri. Radang mempunyai tujuan memproteksi area yang cedera dan melayani proses penyembuhan. Diperjelas oleh Ali Satia Graha dan Bambang Priyonoadi (2009: 43), tanda-tanda peradangan pada cedera jaringan tubuh yaitu:
1.    Kalor atau panas karena meningkatnya aliran darah ke daerah yang mengalami cedera.
2.    Tumor atau bengkak disebabkan adanya penumpukan cairan pada daerah sekitar jaringan yang cedera.
3.         Rubor atau merah pada bagian cedera karena adanya pendarahan.
4.    Dolor atau rasa nyeri, karena terjadi penekanan pada syaraf akibat penekanan baik otot maupun tulang.
5.    Functiolaesa atau tidak bisa digunakan lagi, karena kerusakannya sudah cedera berat.
Dari berbagai macam penjelasan tentang cedera di atas, maka dapat disimpulkan bahwa cedera yang dialami oleh olahragawan dapat menimbulkan peradangan, yaitu nyeri, bengkak, panas, merah dan penurunan fungsi baik pada otot, syaraf maupun sendi dalam tubuh.

D.    Kesimpulan
Olahraga rehabilitasi cedera dimulai dengan latihan fleksibilitas dan range of motion (ROM), latihan kekuatan dan daya tahan otot, serta latihan proprioseptif, koordinasi, dan kelincahan. Lebih dari itu harus juga diperhatikan dan dipertahankan kebugaran kardiovaskuler seperti sebelum cedera.
Olahraga rehabilitasi diberikan setelah satu minggu pasca cedera, kemudian diberikan program latihan untuk melatih fleksibilitas otot dan gerak sendi dengan stretching. Kemudian melatih untuk meningkatkan fleksibilitas dan kekuatan otot dengan thera band. Setelah kondisi membaik, maka diberikan latihan pembebanan untuk meningkatkan daya tahan otot setelah mengalami cedera.

E.     Daftar Pustaka
Ali Satia Graha dan Bambang Priyonoadi. 2009. Terapi Masase Frirage Penatalaksanaan cedera pada anggota tubuh bagian atas. Yogyakarta: FIK UNY.

C.K.Giam and K.C.The. (1992). Ilmu Kedokteran Olahraga, diterjemahkan oleh Hartono Satmoko. Jakarta: FIK UNY.

Faizati Karim. (2002). Panduan Kesehatan Olahraga bagi Petugas Kesehatan. Jakarta: Depkes.

Houglum, Peggy. (2005). Therapeutic Exercise for Musculoskeletal Injuries. Second Edition. Human Kinetics.

KDI-Keolahragaan. (2000). Ilmu Keolahragaan dan Rencana Pengembangannya. Jakarta pusat: Depdiknas.

Sadoso Sumosardjuno. 1993. Cedera Olahraga Di Arena. Jakarta: Pusat Ilmu Keolahragaan. Koni Pusat.

Susan J. Garison. 2001. Dasar-Dasar Terapi dan Rehabilitasi Fisik. Jakarta: Hipokrates.

Wara Kushartanti. 2007. Patofisiologi Cedera Olahraga. Modul. Yogyakarta: Klinik Terapi Fisik FIK UNY.
                        . 2008. Terapi Latihan untuk Rehabilitas Cedera bagi Olahragawan. Laporan Penelitian: FIK UNY.

Viljoen, Wayne. 2000. Principles of Rehabilitation. Diploma in Sports Management. Presentation.

.





0 comments:

Post a Comment