BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
A. Latar Belakang Masalah
Manusia dalam kehidupan sehari-hari tidak dapat terlepas dari aktivitas fisik seperti duduk, berjalan, bekerja, mencuci, berolahraga dan lain-lain. Segala macam bentuk aktivitas tersebut memerlukan energi untuk bergerak atau melakukan aktivitas yang dibutuhkan oleh tubuh. Seperti yang di ungkapkan oleh Faizati Karim, (2002: 6). Aktivitas fisik atau bergerak adalah setiap gerakan tubuh yang meningkatkan pengeluaran tenaga dan energi. Maka perkembangan zaman modern saat ini aktivitas itu sendiri dapat dilihat dari terprogram atau terukur tidaknya aktivitas tersebut.
Jika melihat dari aktivitas yang dilakukan, maka setiap aktivitas memerlukan energi yang berbeda-beda. Misal pada orang yang melakukan aktivitas berjalan lebih sedikit energi yang dibutuhkan dari pada saat berlari dengan jarak yang sama. Pada era modern ini telah banyak ilmuwan, dokter maupun praktisi kesehatan yang menguasai tentang ilmu gizi, kesehatan dan kebugaran jasmani sehingga setiap masyarakat dapat mengetahui bagaimana asupan makanan sebagai sumber energi yang dibutuhkan tubuh serta berapa energi yang dikeluarkan saat masyarakat tersebut melakukan aktivitas. Khususnya dalam olahraga makanan sangat penting sebagai sumber energi dalam melakukan olahraga, misal dalam olahraga prestasi cabang olahraga sepakbola, makanan yang dibutuhkan sebelum, saat dan setelah berlatih maupun bertanding sangatlah penting untuk menunjang prestasi sesuai perhitungan energi yang dibutuhkan dalam aktivitas olahraga tersebut.
Jadi setiap gerak atau aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat untuk dapat memelihara dan mempertahankan kesehatan sangat diperlukan makanan yang berupa zat gizi sebagai energi yang dibutuhkan. Selain energi yang diperoleh dari makanan, masyarakat harus memperhatikan berapa energi yang keluar untuk melakukan aktivitas tersebut sehingga energi yang dihasilkan seimbang dengan energi yang dikeluarkan.
Salah satu aktivitas yang sering dilakukan oleh masyarakat adalah olahraga. Olahraga merupakan salah satu aktivitas fisik yang dapat dilakukan di mana saja, kapan saja serta berperan penting bagi masyarakat bermanfaat untuk memelihara maupun meningkatkan kualitas gerak pada tubuh. Menurut Faizati Karim (2002: 5) menyatakan bahwa olahraga adalah suatu bentuk aktivitas fisik yang terencana dan terstruktur yang melibatkan gerakan tubuh berulang-ulang dan ditujukan untuk meningkatkan kebugaran jasmani. Olahraga juga yang dilakukan secara teratur memberikan banyak manfaat bagi kesehatan termasuk mengurangi risiko penyakit kardiovaskuler, osteoporosis, dan penyakit diabetes, sedangkan olahraga yang maksimal dapat menyebabkan terjadinya stres baik stres fisik maupun mental yang mengakibatkan terjadinya kerusakan membran sel serta mengurangi kadar estrogen yang akhirnya mengakibatkan osteoporosis.
Di lapangan banyak terdapat kasus bahwa setiap orang ingin melakukan olahraga untuk menjaga kesehatan maupun kebugaran tubuh, namun seringkali masyarakat mengabaikan kondisi fisik sebelum melakukan olahraga seperti sedang sakit maupun lelah yang akhirnya menambah dampak negatif bagi tubuh setelah melakukan olahraga. Akibat aktivitas yang berlebih pada tubuh akan berdampak tingkat kelelahan yang tinggi bahkan timbul cedera pada tubuh. Jika hal ini sudah terjadi maka masyarakat sering melakukan pemulihan dengan berbagai cara baik secara medis dengan obat maupun non medis dengan masase serta menkonsumsi makanan yang mengandung vitamin. Salah satu vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh akibat aktivitas yang berlebih adalah vitamin E yang bermanfaat bagi kulit, otot serta pencegahan radikal bebas. Dari berbagai penjelasan di atas, maka penulis dalam makalah kali ini akan membahas lebih dalam lagi tentang manfaat vitamin E pasca cedera.
Di lapangan banyak terdapat kasus bahwa setiap orang ingin melakukan olahraga untuk menjaga kesehatan maupun kebugaran tubuh, namun seringkali masyarakat mengabaikan kondisi fisik sebelum melakukan olahraga seperti sedang sakit maupun lelah yang akhirnya menambah dampak negatif bagi tubuh setelah melakukan olahraga. Akibat aktivitas yang berlebih pada tubuh akan berdampak tingkat kelelahan yang tinggi bahkan timbul cedera pada tubuh. Jika hal ini sudah terjadi maka masyarakat sering melakukan pemulihan dengan berbagai cara baik secara medis dengan obat maupun non medis dengan masase serta menkonsumsi makanan yang mengandung vitamin. Salah satu vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh akibat aktivitas yang berlebih adalah vitamin E yang bermanfaat bagi kulit, otot serta pencegahan radikal bebas. Dari berbagai penjelasan di atas, maka penulis dalam makalah kali ini akan membahas lebih dalam lagi tentang manfaat vitamin E pasca cedera.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam penulisan makalah ini adalah:
1. Apa manfaat dari vitamin E bagi tubuh?
2. Bagaimana penerapan mengkonsumsi vitamin E pasca cedera pada tubuh?
C. Tujuan Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui kajian tentang manfaat vitamin E pasca cedera.
BAB II PEMBAHASAN
A. Cedera pada Tubuh
Cedera adalah kelainan yang terjadi pada tubuh yang mengakibatkan timbulnya nyeri, panas, merah, bengkak, dan tidak dapat berfungsi baik pada otot, tendon, ligamen, persendian ataupun tulang akibat aktivitas gerak yang berlebihan atau kecelakaan (Ali Satia Graha dan Bambang Priyonoadi, 2009: 42). Selain itu cedera juga dapat terjadi pada aktivitas apapun dengan waktu yang relatif singkat baik secara sadar maupun tidak disadari. Cedera yang terjadi pada tubuh dapat disebabkan oleh faktor intrinsik dan ekstrisik. Faktor intrinsik adalah faktor yang unsur-unsurnya sudah ada dalam diri seseorang. Hal ini meliputi kelemahan jaringan, fleksibilitas, kesalahan biomekanika, dan kurangnya pengkondisian. Faktor ekstrinsik meliputi perlengkapan yang salah, kekuatan-kekuatan yang dikendalikan dari luar, seperti perlengkapan yang salah, atlet lain, permukaan lapangan, pelatih dan cuaca (Susan J. Garrison, 2001: 320-321).
Adapun macam cedera menurut Ali Satia Graha (2009: 12) bahwa cedera secara praktis berdasarkan berat ringannya dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu, cedera ringan, cedera sedang dan cedera berat yang dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Cedera Tingkat I (Cedera Ringan) Cedera tingkat I adalah cedera yang diikuti kerusakan yang tidak berarti pada jaringan tubuh, di antaranya kekakuan dari otot, sprain tingkat I, strain tingkat I dan kelelahan. 2. Cedera Tingkat II (Cedera Sedang) Cedera tingkat II ialah tingkatan kerusakan jaringan lebih nyata, dan dapat berpengaruh pada aktivitas sehari-hari maupun olahraga. Keluhan yang dapat dirasakan yaitu berupa rasa nyeri, bengkak, gangguan fungsi tanda-tanda inflamasi, misalkan strain otot tingkat II dan sprain tingkat II.
3. Cedera Tingkat III (Cedera Berat) Cedera tingkat III merupakan cedera yang sangat serius dengan ditandai adanya kerusakan jaringan pada tubuh, misalkan robek otot dan ligament maupun fraktur atau patah tulang. Selain berdasarkan berat ringannya cedera, para ahli juga dapat mengelompokkan cedera menjadi dua berdasarkan penyebab terjadinya, yaitu trauma acute dan overuse (Margono, 2006: 60).
Menurut Ali Satia Graha (2009: 45) menyatakan bahwa trauma acute adalah suatu cedera berat yang terjadi secara mendadak, seperti robekan ligament, otot, tendo atau terkilir, dan bahkan patah tulang, sedangkan overuse injury adalah terjadi akibat proses akumulasi dari cedera berulang-ulang dan baru dirasakan atau diketahui setelah bertahun-tahun melakukan aktivitas olahraga (Arif Setiawan, 2011: 95).
Dari berbagai macam cedera di atas, maka dapat diketahui bahwa cedera dapat merusak jaringan tubuh, menurunkan fungsi anggota gerak tubuh sehingga diperlukan penanganan secara cepat dan tepat. Oleh sebab itu untuk mempercepat pemulihan dan semakin memperburuk keadaan diperlukan penanganan yang cepat dan tepat, sehingga aktivitas sehari-hari maupun berolahraga akan cepat dilaksanakan kembali dengan keadaan yang normal. Adapun tanda-tanda inflamasi yang dapat dilihat dari timbulnya cedera yaitu kalor, tumor, tubor, dolor, functionlaesa (Ali Satia Graha dan Bambang Priyonoadi, 2009: 43), yang dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Kalor atau panas karena peningkatan aliran darah yang cedera. Respon tubuh akan mengalirkan darah ke tempat yang mengalami gangguan dengan maksud untuk menyembuhkan, tetapi tubuh juga sering mengalami kesalahan yaitu mengalirkan darah terus menerus sampai gangguan itu sembuh. Padahal dengan mengalirkan sedikit saja sudah menyembuhkan, tetapi tubuh over dosis dalam memberikan penyembuhan. Oleh karena itu diperlukan penanganan untuk pencegahan.
b. Tumor atau bengkak disebabkan adanya penumbukan cairan pada daerah sekitar jaringan yang cedera. Hal ini disebabkan karena meningkatnya konsentrasi protein di darah (seperti fibrinogen dan gama globulin) yang kemudian menyerap cairan dari sel sekitarnya. Ada kalanya cairan sampai keluar dari pembuluh darah dan menumpuk di jaringan.
c. Rubor atau merah pada bagian cedera karena adanya pendarahan. Pendarahan ini berupa pecahnya kapiler-kapiler pembuluh darah yang diakibatkan benturan yang sangat keras.
d. Dolor atau rasa nyeri, karena terjadi penekanan pada syaraf akibat penekanan baik otot maupun tulang.
Secara klasik perjalanan nyeri ini mulai dari perifer ke pusat dan bila diteliti lebih dalam, maka perjalanan rasa nyeri ini dapat dibagi menjadi dua tahap (Bambang Priyonoadi, 1995: 8), yaitu: Sistem Nosiseptif (Nociceptive System) yaitu perjalanan impuls rasa nyeri mulai ditangkap oleh reseptor di periferi, kemudian diteruskan melewati serabut syaraf aferen untuk masuk ke dalam modulla spinalis dan dilanjutkan melalui traktus spinotalamikus lateralis dibawa ke batang otak dan akhirnya masuk ke thalamus. Apabila impuls sudah masuk ke thalamus, maka dikatakan bahwa rasa nyeri (umpleasant sensory) bisa mulai dirasakan, tetapi deskripsinya secara terperinci belum jelas. Sedangkat tahap kedua yaitu perjalanan impuls nyeri dari batang otot ke korteks serebri dan korteks asosiasi. Bila impuls sudah sampai disini maka berat ringannya, sifat, dan lokalisasi nyeri dapat dideskrisipkan dengan jelas dan terperinci oleh yang bersangkutan.
e. Functionleissa atau tidak bisa digunakan lagi, karena kerusakannya sudah cedera berat dan pembengkakan pada sendi akan membatasi pergerakan sendi (ROM), serta adanya rasa nyeri yang menyebabkan orang tidak ingin bergerak.
Selain cedera di atas menurut Novita Intan Arovah (2010: 4-10) cedera pada tubuh juga dapat diklasifikasikan dalam beberapa macam, antara lain:
1. Memar
Memar adalah keadaan cedera yang terjadi pada jaringan ikat di bawah kulit. Memar biasanya diakibatkan oleh benturan atau pukulan pada kulit. Jaringan di bawah permukaan kulit rusak dan pembuluh darah kecil pecah, sehingga darah dan cairan seluler merembes ke jaringan sekitarnya. Memar ini menimbulkan daerah kebiru-biruan atau kehitaman pada kulit. Apabila terjadi pendarahan yang cukup, timbulnya pendarahan di daerah yang terbatas disebut hermatoma. Nyeri pada memar biasanya ringan sampai sedang dan pembengkakan yang menyertai sedang sampai berat. Adapun memar yang mungkin terjadi pada daerah kepala, bahu, siku, tangan, dada, perut dan kaki. Benturan yang keras pada kepala dapat mengakibatkan memar dan memungkinkan luka sayat.
2. Dislokasi
Dislokasi adalah terlepasnya sebuah sendi dari tempatnya yang seharusnya. Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi di bahu, engkel (pergelangan kaki), lutut dan panggul. Faktor yang meningkatkan resiko dislokasi adalah ligamen-ligamennya yang kendor akibat pernah mengalami cedera, kekuatan otot yang menurun ataupun karena faktor eksternal yang berupa tekanan energi dari luar yang melebihi ketahanan alamiah jaringan dalam tubuh.
3. Patah tulang
Patah tulang adalah suatu keadaan yang mengalami keretakan, pecah atau patah, baik pada tulang maupun tulang rawan. Fraktur berdasarkan continuitas patahan, patah tulang dapat digolongkan menjadi dua yaitu: a. Patah tulang komplek, di mana tulang terputus sama sakali. b. Patah tulang stress, di mana tulang retak, tetapi tidak terpisah.
4. Kram Otot
Kram otot adalah kontraksi yang terus menerus yang dialami oleh otot atau sekelompok otot dan mengakibatkan rasa nyeri. Penyebab kram adalah otot yang terlalu lelah, kurangnya pemanasan serta peregangan, adanya gangguan sirkulasi darah yang menuju ke otot sehingga menimbulkan kejang. Beberapa hal yang dapat menimbulkan kram antara lain adalah: a. Kelelahan otot saat berolahraga sehingga terjadi akumulasi sisa metabolik yang menumpuk berupa asam laktat kemudian merangsang otot dan saraf hingga terjadi kram. b. Kurang memadainya pemanasan serta pendinginan sehingga tubuh kurang memiliki kesempatan untuk melakukan adaptasi terhadap latihan.
5. Luka
Luka didefinisikan sebagai suatu ketidaksinambungan dari kulit dan jaringan di bawahnya yang mengakibatkan pendarahan yang kemudian dapat mengalami infeksi. Seluruh tubuh mempunyai kemungkinan besar untuk mengalami luka, karena setiap perenang akan melakukan kontak langsung pada saat latihan dan bisa juga luka karena peralatan yang dipakai. Dari berbagai penjelasan di atas diketahui bahwa cedera dapat terjadi pada otot, ligamen, tendo maupun persendian yang berdampak pada kerusakan maupun gangguan pada jaringan tubuh.
B. Vitamin E
Menurut Susanto (2006: 4) menyatakan bahwa ada sembilan keampuhan vitamin E dalam melawan radikal bebas sepetri di bawah ini:
1. Vitamin E dan polutan
Dua polutan udara yang sangat merusak adalah ozon dan nitrogen. Ozon diproduksi dari nitrogen dioksida (NO2), oksigen, dan uap gasolin tak terbakar. Sumber utama NO2 adalah proses pembakaran pada mesin mobil. Asap rokok yang tersusun lebih dari 3.000 senyawa kimia termasuk beberapa senyawa beracun, di antaranya adalah NO2. Nitrogen dioksida dan ozon merupakan radikal bebas yang tidak stabil. Senyawa tersebut dapat merusak paru-paru dengan menyerang lemak tak jenuh dalam membran sel dan akibat yang ditimbulkan bersifat irreversible (tidak terpulihkan). Bahkan dalam tingkat yang rendah sampai 1 ppm (part per million) sekalipun. Sistem pertahanan untuk melindungi tubuh dari radikal bebas adalah antioksidan.
2. Vitamin E dan olahraga
Selama olahraga, tubuh mengambil dan menggunakan oksigen pada kecepatan tinggi. Latihan fisik berhubungan dengan kecepatan peroksidasi lipid. Aktivitas fisik tinggi, semisal olahragawan, disarankan untuk mengkonsumsi antioksidan primer yang lebih tinggi pula. Peran vitamin E dalam melawan radikal bebas yang terakumulasi selama latihan telah dibuktikan dalam studi terhadap beberapa sukarelawan. Suplementasi harian dengan 1.200 IU (International Unit) vitamin E selama dua minggu, dapat menurunkan ekskresi pentane pernapasan saat istirahat maupun selama latihan.
3. Vitamin E dan penuaan
Penelitian terhadap efek penuaan menunjukkan, radikal bebas dapat merusak sel tubuh dan menyebabkan perubahan patologis yang berhubungan dengan penuaan. Vitamin E dapat mengakhiri proses reaksi berantai radikal bebas, dengan menghambat produksi radikal bebas yang baru dan membatasi perusakan sampai batas area membran sel.
4. Vitamin E dan penyakit jantung
Penyakit jantung merupakan penyebab utama kematian yang terjadi di dunia Barat. Faktor diet tertentu yang menyangkut kasus penyakit jantung; tingkat kolesterol yang tinggi, terutama LDL (low density lipoprotein) kolesterol, berhubungan dengan peningkatan risiko aterosklerosis.
5. Vitamin E dan saraf
Demo terbaru menunjukkan, vitamin E mempunyai peran pokok dalam memelihara struktur dan fungsi sistem saraf manusia. Lancet melaporkan, defisiensi vitamin E akan mengawali dan "mengabadikan" kemerosotan perkembangan saraf otot pada anak-anak dan remaja. Akibat neurologis ini bersifat irreversible jika perlakuannya terlambat. Vitamin E dan antioksidan lain juga membantu mengurangi kepelikan (severity) dan gejala keterlambatan kemajuan pada penyakit saraf tertentu.
6. Vitamin E dan katarak
Katarak (keruhnya lensa kristal pada mata) merupakan permasalahan utama pada usia tua karena berkurangnya penglihatan sampai terjadinya buta. Lensa mata yang selalu terbuka terhadap sinar dan pembawa oksigen, sangat rentan terhadap sinar penyebab peroksidasi lemak. Proses oksidasi tersebut dipercaya merupakan hal penting dan mempercepat perkembangan katarak. Beberapa studi menunjukkan, suplementasi vitamin E tidak akan melindungi katarak, tetapi keterlambatan pemberian vitamin E (defisiensi) dapat menyebabkan serangan katarak. Orang yang konsentrasi plasma darahnya tinggi akan dua atau tiga jenis antioksidan (vitamin E, vitamin C, dan karotenoid) mempunyai risiko terserang katarak relatif lebih rendah dibandingkan dengan orang yang konsentrasi salah satu atau lebih antioksidannya lebih rendah.
7. Vitamin E dan kanker
Senyawa yang termasuk golongan "antikarsinogenik" bekerja menekan kanker dengan beberapa cara, yaitu pertama menghambat inisiasi tumor dengan merubah fungsi sel. Kedua, "menjemput" bentuk aktif karsinogen dan mengalangi sasaran yang akan diserang. Ketiga, meningkatkan sistem pertahanan tubuh. Keempat, menghambat gerak karsinogen sebelum inisiasi kanker. Antioksidan mempunyai fungsi yang relevan dengan fungsi di atas dalam mengontrol dan mencegah kanker. Selain sebagai pemakan radikal bebas, vitamin E berperan meningkatkan ketahanan tubuh. Vitamin E melindungi vitamin A dari kerusakan dalam tubuh dan menyelamatkan selenium. Vitamin E juga berperan mencegah konversi nitrit menjadi nitrosamin (salah satu pemicu kanker) dan meningkatkan respons kekebalan. Beberapa literatur menyebutkan, antioksidan dapat menekan kanker dengan efektif, serta defisiensi senyawa ini dapat meningkatkan risiko terkena kanker tertentu.
8. Vitamin E dan kekebalan
Sistem pertahanan tubuh manusia dikenal sebagai substansi asing dan berperan melindungi tubuh dari serangan. Selain itu juga untuk mengenali dan merusak bentuk sel aktif pemicu kanker. Ditekankan, vitamin E merupakan rantai vital dalam fungsinya sebagai sistem kekebalan yang optimal dan meningkatkan pertahanan tubuh dari penyakit. Beberapa studi menunjukkan, defisiensi vitamin E akan menekan produksi antibodi dan merusak respons kekebalan. Vitamin E sebagai antioksidan primer berperan melindungi lemak komponen semua membran sel sebab mampu melindungi sel dari radikal bebas, juga penstabil dan pengatur membran sel untuk menjaga fungsi sel secara optimal. Selain itu vitamin E berperan mengatur sintesis prostaglandin (senyawa aktif yang diperoleh dari kelenjar prostat dan kandung mani), yang penting mengatur respons kekebalan.
9. Vitamin E dan kulit
Kulit merupakan lapisan terluar yang melindungi tubuh terutama dari radikal bebas, baik serangan fisik maupun biologis. Radikal bebas tersebut juga melibatkan sinar ultraviolet dan radiasi ionisasi pada sel epidermal. Untungnya sel epidermis mengandung antioksidan seperti vitamin E, ubiquinin, vitamin C, glutation, enzim superoksidase dismutase, katalase, glutation reduktase, dan glutation peroksidase. Antioksidan tersebut mampu mengubah dan memadamkan potensi merusak dari radikal bebas. Seperti beberapa bahan kosmetik dilengkapi dengan vitamin C, atau vitamin E untuk sabun kecantikan, tidak lain karena kedua vitamin tersebut mempunyai sifat antioksidan. Dengan begitu banyaknya hal yang bisa dilakukan oleh vitamin E (dan atioksidan lain) dalam menjaga kesehatan, terutama dalam melawan radikal bebas.
Dari berbagai penjelasan di atas maka diketahui bahwa vitamin E berfungsi untuk mengembalikan sel-sel yang rusak, gangguan saraf akibat aktivitas yang dilakukan. Pemberian vitamin E dapat diterapkan pasca cedera ketika cedera telah diberi penanganan secara cepat dan tepat, yaitu ketika fase akut diberi penanganan RICE, ketika berkurang peradangan dapat diberikan dengan masase dengan pengembalian posisi tulang pada posisi semula dan terapi latihan untuk pengembalian fleksibilitas, kekuatan serta daya tahan otot yang mengalami cedera. Jadi vitamin E dapat diberikan bersamaan dengan terapi latihan dengan tujuan menyempurnakan perbaikan sel-sel otot, saraf serta radikal bebas akibat aktivitas olahraga yang berlebih.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemberian vitamin E dapat diterapkan pasca cedera ketika cedera telah diberi penanganan secara cepat dan tepat, yaitu ketika fase akut diberi penanganan RICE, ketika berkurang peradangan (inflamasi) dapat diberikan dengan masase dengan pengembalian posisi tulang pada posisi semula dan terapi latihan untuk pengembalian fleksibilitas, kekuatan serta daya tahan otot yang mengalami cedera. Jadi vitamin E dapat diberikan bersamaan dengan terapi latihan dengan tujuan menyempurnakan perbaikan sel-sel otot, saraf serta radikal bebas akibat aktivitas olahraga yang berlebih.
B. Saran
Bagi masyarakat agar melakukan menkonsumsi makanan yang mengandung vitamin E sebagai upaya pemulihan dari kerusakan sel-sel otot, saraf serta radikal bebas yang timbul karena aktivitas olahraga yang berlebih.
DAFTAR PUSTAKA
Ali Satia Graha. (2009). Pedoman dan Modul Terapi Masase Frirage Penatalaksanaan Terapi Masase dan Cedera Olahraga pada Lutut dan Engkel. Yogyakarta: Klinik Terapi Fisik UNY.
Dari uraian di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam penulisan makalah ini adalah:
1. Apa manfaat dari vitamin E bagi tubuh?
2. Bagaimana penerapan mengkonsumsi vitamin E pasca cedera pada tubuh?
C. Tujuan Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui kajian tentang manfaat vitamin E pasca cedera.
BAB II PEMBAHASAN
A. Cedera pada Tubuh
Cedera adalah kelainan yang terjadi pada tubuh yang mengakibatkan timbulnya nyeri, panas, merah, bengkak, dan tidak dapat berfungsi baik pada otot, tendon, ligamen, persendian ataupun tulang akibat aktivitas gerak yang berlebihan atau kecelakaan (Ali Satia Graha dan Bambang Priyonoadi, 2009: 42). Selain itu cedera juga dapat terjadi pada aktivitas apapun dengan waktu yang relatif singkat baik secara sadar maupun tidak disadari. Cedera yang terjadi pada tubuh dapat disebabkan oleh faktor intrinsik dan ekstrisik. Faktor intrinsik adalah faktor yang unsur-unsurnya sudah ada dalam diri seseorang. Hal ini meliputi kelemahan jaringan, fleksibilitas, kesalahan biomekanika, dan kurangnya pengkondisian. Faktor ekstrinsik meliputi perlengkapan yang salah, kekuatan-kekuatan yang dikendalikan dari luar, seperti perlengkapan yang salah, atlet lain, permukaan lapangan, pelatih dan cuaca (Susan J. Garrison, 2001: 320-321).
Adapun macam cedera menurut Ali Satia Graha (2009: 12) bahwa cedera secara praktis berdasarkan berat ringannya dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu, cedera ringan, cedera sedang dan cedera berat yang dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Cedera Tingkat I (Cedera Ringan) Cedera tingkat I adalah cedera yang diikuti kerusakan yang tidak berarti pada jaringan tubuh, di antaranya kekakuan dari otot, sprain tingkat I, strain tingkat I dan kelelahan. 2. Cedera Tingkat II (Cedera Sedang) Cedera tingkat II ialah tingkatan kerusakan jaringan lebih nyata, dan dapat berpengaruh pada aktivitas sehari-hari maupun olahraga. Keluhan yang dapat dirasakan yaitu berupa rasa nyeri, bengkak, gangguan fungsi tanda-tanda inflamasi, misalkan strain otot tingkat II dan sprain tingkat II.
3. Cedera Tingkat III (Cedera Berat) Cedera tingkat III merupakan cedera yang sangat serius dengan ditandai adanya kerusakan jaringan pada tubuh, misalkan robek otot dan ligament maupun fraktur atau patah tulang. Selain berdasarkan berat ringannya cedera, para ahli juga dapat mengelompokkan cedera menjadi dua berdasarkan penyebab terjadinya, yaitu trauma acute dan overuse (Margono, 2006: 60).
Menurut Ali Satia Graha (2009: 45) menyatakan bahwa trauma acute adalah suatu cedera berat yang terjadi secara mendadak, seperti robekan ligament, otot, tendo atau terkilir, dan bahkan patah tulang, sedangkan overuse injury adalah terjadi akibat proses akumulasi dari cedera berulang-ulang dan baru dirasakan atau diketahui setelah bertahun-tahun melakukan aktivitas olahraga (Arif Setiawan, 2011: 95).
Dari berbagai macam cedera di atas, maka dapat diketahui bahwa cedera dapat merusak jaringan tubuh, menurunkan fungsi anggota gerak tubuh sehingga diperlukan penanganan secara cepat dan tepat. Oleh sebab itu untuk mempercepat pemulihan dan semakin memperburuk keadaan diperlukan penanganan yang cepat dan tepat, sehingga aktivitas sehari-hari maupun berolahraga akan cepat dilaksanakan kembali dengan keadaan yang normal. Adapun tanda-tanda inflamasi yang dapat dilihat dari timbulnya cedera yaitu kalor, tumor, tubor, dolor, functionlaesa (Ali Satia Graha dan Bambang Priyonoadi, 2009: 43), yang dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Kalor atau panas karena peningkatan aliran darah yang cedera. Respon tubuh akan mengalirkan darah ke tempat yang mengalami gangguan dengan maksud untuk menyembuhkan, tetapi tubuh juga sering mengalami kesalahan yaitu mengalirkan darah terus menerus sampai gangguan itu sembuh. Padahal dengan mengalirkan sedikit saja sudah menyembuhkan, tetapi tubuh over dosis dalam memberikan penyembuhan. Oleh karena itu diperlukan penanganan untuk pencegahan.
b. Tumor atau bengkak disebabkan adanya penumbukan cairan pada daerah sekitar jaringan yang cedera. Hal ini disebabkan karena meningkatnya konsentrasi protein di darah (seperti fibrinogen dan gama globulin) yang kemudian menyerap cairan dari sel sekitarnya. Ada kalanya cairan sampai keluar dari pembuluh darah dan menumpuk di jaringan.
c. Rubor atau merah pada bagian cedera karena adanya pendarahan. Pendarahan ini berupa pecahnya kapiler-kapiler pembuluh darah yang diakibatkan benturan yang sangat keras.
d. Dolor atau rasa nyeri, karena terjadi penekanan pada syaraf akibat penekanan baik otot maupun tulang.
Secara klasik perjalanan nyeri ini mulai dari perifer ke pusat dan bila diteliti lebih dalam, maka perjalanan rasa nyeri ini dapat dibagi menjadi dua tahap (Bambang Priyonoadi, 1995: 8), yaitu: Sistem Nosiseptif (Nociceptive System) yaitu perjalanan impuls rasa nyeri mulai ditangkap oleh reseptor di periferi, kemudian diteruskan melewati serabut syaraf aferen untuk masuk ke dalam modulla spinalis dan dilanjutkan melalui traktus spinotalamikus lateralis dibawa ke batang otak dan akhirnya masuk ke thalamus. Apabila impuls sudah masuk ke thalamus, maka dikatakan bahwa rasa nyeri (umpleasant sensory) bisa mulai dirasakan, tetapi deskripsinya secara terperinci belum jelas. Sedangkat tahap kedua yaitu perjalanan impuls nyeri dari batang otot ke korteks serebri dan korteks asosiasi. Bila impuls sudah sampai disini maka berat ringannya, sifat, dan lokalisasi nyeri dapat dideskrisipkan dengan jelas dan terperinci oleh yang bersangkutan.
e. Functionleissa atau tidak bisa digunakan lagi, karena kerusakannya sudah cedera berat dan pembengkakan pada sendi akan membatasi pergerakan sendi (ROM), serta adanya rasa nyeri yang menyebabkan orang tidak ingin bergerak.
Selain cedera di atas menurut Novita Intan Arovah (2010: 4-10) cedera pada tubuh juga dapat diklasifikasikan dalam beberapa macam, antara lain:
1. Memar
Memar adalah keadaan cedera yang terjadi pada jaringan ikat di bawah kulit. Memar biasanya diakibatkan oleh benturan atau pukulan pada kulit. Jaringan di bawah permukaan kulit rusak dan pembuluh darah kecil pecah, sehingga darah dan cairan seluler merembes ke jaringan sekitarnya. Memar ini menimbulkan daerah kebiru-biruan atau kehitaman pada kulit. Apabila terjadi pendarahan yang cukup, timbulnya pendarahan di daerah yang terbatas disebut hermatoma. Nyeri pada memar biasanya ringan sampai sedang dan pembengkakan yang menyertai sedang sampai berat. Adapun memar yang mungkin terjadi pada daerah kepala, bahu, siku, tangan, dada, perut dan kaki. Benturan yang keras pada kepala dapat mengakibatkan memar dan memungkinkan luka sayat.
2. Dislokasi
Dislokasi adalah terlepasnya sebuah sendi dari tempatnya yang seharusnya. Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi di bahu, engkel (pergelangan kaki), lutut dan panggul. Faktor yang meningkatkan resiko dislokasi adalah ligamen-ligamennya yang kendor akibat pernah mengalami cedera, kekuatan otot yang menurun ataupun karena faktor eksternal yang berupa tekanan energi dari luar yang melebihi ketahanan alamiah jaringan dalam tubuh.
3. Patah tulang
Patah tulang adalah suatu keadaan yang mengalami keretakan, pecah atau patah, baik pada tulang maupun tulang rawan. Fraktur berdasarkan continuitas patahan, patah tulang dapat digolongkan menjadi dua yaitu: a. Patah tulang komplek, di mana tulang terputus sama sakali. b. Patah tulang stress, di mana tulang retak, tetapi tidak terpisah.
4. Kram Otot
Kram otot adalah kontraksi yang terus menerus yang dialami oleh otot atau sekelompok otot dan mengakibatkan rasa nyeri. Penyebab kram adalah otot yang terlalu lelah, kurangnya pemanasan serta peregangan, adanya gangguan sirkulasi darah yang menuju ke otot sehingga menimbulkan kejang. Beberapa hal yang dapat menimbulkan kram antara lain adalah: a. Kelelahan otot saat berolahraga sehingga terjadi akumulasi sisa metabolik yang menumpuk berupa asam laktat kemudian merangsang otot dan saraf hingga terjadi kram. b. Kurang memadainya pemanasan serta pendinginan sehingga tubuh kurang memiliki kesempatan untuk melakukan adaptasi terhadap latihan.
5. Luka
Luka didefinisikan sebagai suatu ketidaksinambungan dari kulit dan jaringan di bawahnya yang mengakibatkan pendarahan yang kemudian dapat mengalami infeksi. Seluruh tubuh mempunyai kemungkinan besar untuk mengalami luka, karena setiap perenang akan melakukan kontak langsung pada saat latihan dan bisa juga luka karena peralatan yang dipakai. Dari berbagai penjelasan di atas diketahui bahwa cedera dapat terjadi pada otot, ligamen, tendo maupun persendian yang berdampak pada kerusakan maupun gangguan pada jaringan tubuh.
B. Vitamin E
Menurut Susanto (2006: 4) menyatakan bahwa ada sembilan keampuhan vitamin E dalam melawan radikal bebas sepetri di bawah ini:
1. Vitamin E dan polutan
Dua polutan udara yang sangat merusak adalah ozon dan nitrogen. Ozon diproduksi dari nitrogen dioksida (NO2), oksigen, dan uap gasolin tak terbakar. Sumber utama NO2 adalah proses pembakaran pada mesin mobil. Asap rokok yang tersusun lebih dari 3.000 senyawa kimia termasuk beberapa senyawa beracun, di antaranya adalah NO2. Nitrogen dioksida dan ozon merupakan radikal bebas yang tidak stabil. Senyawa tersebut dapat merusak paru-paru dengan menyerang lemak tak jenuh dalam membran sel dan akibat yang ditimbulkan bersifat irreversible (tidak terpulihkan). Bahkan dalam tingkat yang rendah sampai 1 ppm (part per million) sekalipun. Sistem pertahanan untuk melindungi tubuh dari radikal bebas adalah antioksidan.
2. Vitamin E dan olahraga
Selama olahraga, tubuh mengambil dan menggunakan oksigen pada kecepatan tinggi. Latihan fisik berhubungan dengan kecepatan peroksidasi lipid. Aktivitas fisik tinggi, semisal olahragawan, disarankan untuk mengkonsumsi antioksidan primer yang lebih tinggi pula. Peran vitamin E dalam melawan radikal bebas yang terakumulasi selama latihan telah dibuktikan dalam studi terhadap beberapa sukarelawan. Suplementasi harian dengan 1.200 IU (International Unit) vitamin E selama dua minggu, dapat menurunkan ekskresi pentane pernapasan saat istirahat maupun selama latihan.
3. Vitamin E dan penuaan
Penelitian terhadap efek penuaan menunjukkan, radikal bebas dapat merusak sel tubuh dan menyebabkan perubahan patologis yang berhubungan dengan penuaan. Vitamin E dapat mengakhiri proses reaksi berantai radikal bebas, dengan menghambat produksi radikal bebas yang baru dan membatasi perusakan sampai batas area membran sel.
4. Vitamin E dan penyakit jantung
Penyakit jantung merupakan penyebab utama kematian yang terjadi di dunia Barat. Faktor diet tertentu yang menyangkut kasus penyakit jantung; tingkat kolesterol yang tinggi, terutama LDL (low density lipoprotein) kolesterol, berhubungan dengan peningkatan risiko aterosklerosis.
5. Vitamin E dan saraf
Demo terbaru menunjukkan, vitamin E mempunyai peran pokok dalam memelihara struktur dan fungsi sistem saraf manusia. Lancet melaporkan, defisiensi vitamin E akan mengawali dan "mengabadikan" kemerosotan perkembangan saraf otot pada anak-anak dan remaja. Akibat neurologis ini bersifat irreversible jika perlakuannya terlambat. Vitamin E dan antioksidan lain juga membantu mengurangi kepelikan (severity) dan gejala keterlambatan kemajuan pada penyakit saraf tertentu.
6. Vitamin E dan katarak
Katarak (keruhnya lensa kristal pada mata) merupakan permasalahan utama pada usia tua karena berkurangnya penglihatan sampai terjadinya buta. Lensa mata yang selalu terbuka terhadap sinar dan pembawa oksigen, sangat rentan terhadap sinar penyebab peroksidasi lemak. Proses oksidasi tersebut dipercaya merupakan hal penting dan mempercepat perkembangan katarak. Beberapa studi menunjukkan, suplementasi vitamin E tidak akan melindungi katarak, tetapi keterlambatan pemberian vitamin E (defisiensi) dapat menyebabkan serangan katarak. Orang yang konsentrasi plasma darahnya tinggi akan dua atau tiga jenis antioksidan (vitamin E, vitamin C, dan karotenoid) mempunyai risiko terserang katarak relatif lebih rendah dibandingkan dengan orang yang konsentrasi salah satu atau lebih antioksidannya lebih rendah.
7. Vitamin E dan kanker
Senyawa yang termasuk golongan "antikarsinogenik" bekerja menekan kanker dengan beberapa cara, yaitu pertama menghambat inisiasi tumor dengan merubah fungsi sel. Kedua, "menjemput" bentuk aktif karsinogen dan mengalangi sasaran yang akan diserang. Ketiga, meningkatkan sistem pertahanan tubuh. Keempat, menghambat gerak karsinogen sebelum inisiasi kanker. Antioksidan mempunyai fungsi yang relevan dengan fungsi di atas dalam mengontrol dan mencegah kanker. Selain sebagai pemakan radikal bebas, vitamin E berperan meningkatkan ketahanan tubuh. Vitamin E melindungi vitamin A dari kerusakan dalam tubuh dan menyelamatkan selenium. Vitamin E juga berperan mencegah konversi nitrit menjadi nitrosamin (salah satu pemicu kanker) dan meningkatkan respons kekebalan. Beberapa literatur menyebutkan, antioksidan dapat menekan kanker dengan efektif, serta defisiensi senyawa ini dapat meningkatkan risiko terkena kanker tertentu.
8. Vitamin E dan kekebalan
Sistem pertahanan tubuh manusia dikenal sebagai substansi asing dan berperan melindungi tubuh dari serangan. Selain itu juga untuk mengenali dan merusak bentuk sel aktif pemicu kanker. Ditekankan, vitamin E merupakan rantai vital dalam fungsinya sebagai sistem kekebalan yang optimal dan meningkatkan pertahanan tubuh dari penyakit. Beberapa studi menunjukkan, defisiensi vitamin E akan menekan produksi antibodi dan merusak respons kekebalan. Vitamin E sebagai antioksidan primer berperan melindungi lemak komponen semua membran sel sebab mampu melindungi sel dari radikal bebas, juga penstabil dan pengatur membran sel untuk menjaga fungsi sel secara optimal. Selain itu vitamin E berperan mengatur sintesis prostaglandin (senyawa aktif yang diperoleh dari kelenjar prostat dan kandung mani), yang penting mengatur respons kekebalan.
9. Vitamin E dan kulit
Kulit merupakan lapisan terluar yang melindungi tubuh terutama dari radikal bebas, baik serangan fisik maupun biologis. Radikal bebas tersebut juga melibatkan sinar ultraviolet dan radiasi ionisasi pada sel epidermal. Untungnya sel epidermis mengandung antioksidan seperti vitamin E, ubiquinin, vitamin C, glutation, enzim superoksidase dismutase, katalase, glutation reduktase, dan glutation peroksidase. Antioksidan tersebut mampu mengubah dan memadamkan potensi merusak dari radikal bebas. Seperti beberapa bahan kosmetik dilengkapi dengan vitamin C, atau vitamin E untuk sabun kecantikan, tidak lain karena kedua vitamin tersebut mempunyai sifat antioksidan. Dengan begitu banyaknya hal yang bisa dilakukan oleh vitamin E (dan atioksidan lain) dalam menjaga kesehatan, terutama dalam melawan radikal bebas.
Dari berbagai penjelasan di atas maka diketahui bahwa vitamin E berfungsi untuk mengembalikan sel-sel yang rusak, gangguan saraf akibat aktivitas yang dilakukan. Pemberian vitamin E dapat diterapkan pasca cedera ketika cedera telah diberi penanganan secara cepat dan tepat, yaitu ketika fase akut diberi penanganan RICE, ketika berkurang peradangan dapat diberikan dengan masase dengan pengembalian posisi tulang pada posisi semula dan terapi latihan untuk pengembalian fleksibilitas, kekuatan serta daya tahan otot yang mengalami cedera. Jadi vitamin E dapat diberikan bersamaan dengan terapi latihan dengan tujuan menyempurnakan perbaikan sel-sel otot, saraf serta radikal bebas akibat aktivitas olahraga yang berlebih.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemberian vitamin E dapat diterapkan pasca cedera ketika cedera telah diberi penanganan secara cepat dan tepat, yaitu ketika fase akut diberi penanganan RICE, ketika berkurang peradangan (inflamasi) dapat diberikan dengan masase dengan pengembalian posisi tulang pada posisi semula dan terapi latihan untuk pengembalian fleksibilitas, kekuatan serta daya tahan otot yang mengalami cedera. Jadi vitamin E dapat diberikan bersamaan dengan terapi latihan dengan tujuan menyempurnakan perbaikan sel-sel otot, saraf serta radikal bebas akibat aktivitas olahraga yang berlebih.
B. Saran
Bagi masyarakat agar melakukan menkonsumsi makanan yang mengandung vitamin E sebagai upaya pemulihan dari kerusakan sel-sel otot, saraf serta radikal bebas yang timbul karena aktivitas olahraga yang berlebih.
DAFTAR PUSTAKA
Ali Satia Graha. (2009). Pedoman dan Modul Terapi Masase Frirage Penatalaksanaan Terapi Masase dan Cedera Olahraga pada Lutut dan Engkel. Yogyakarta: Klinik Terapi Fisik UNY.
Ali Satia Graha dan Bambang Priyonoadi. (2009). Terapi Masase Frirage Penatalaksanaan Cedera pada Anggota Tubuh Bagian Atas. Yogyakarta: FIK UNY.
Arif Setiawan. (2011). Faktor timbulnya cedera olahraga. Jurnal Media Ilmu Keolahragaan Indonesia., Volume 1., Edisi 1. Semarang: UNNES.
Bambang Priyonoadi. (1995). Modalitas Terapi Fisik untuk Pananggulangan Nyeri. Yogyakarta: FPOK IKIP Yogyakarta.
Faizati Karim. (2002). Panduan Kesehatan Olahraga bagi Petugas Kesehatan. Jakarta: Depkes.
Margono. (2006). Upaya pencegahan pulled muscle pada sprinter. Jurnal. Yogyakarta: FIK UNY.
Novita Intan Arovah. (2010). Diagnosis dan manajemen cedera olahraga. Yogyakarta: FIK UNY.
Susan J. Garison. (2001). Dasar-Dasar Terapi dan Rehabilitasi Fisik. Jakarta: Hipokrates.
Susanto, (2006). Vitamin E panjang umur dan pencegah penyakit. Purwokerto.
0 comments:
Post a Comment